Banner

Rata-rata warga Gaza bertahan hidup dengan 2 potong roti sehari

Warga berduka atas kematian para korban dalam serangan udara Israel di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, pada 3 November 2023. Sedikitnya enam warga Palestina tewas pada Jumat (3/11) setelah pesawat tempur Israel menyerang ambulans di depan gerbang utama Kompleks Medis Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas. Konflik antara Israel dan Hamas telah menewaskan lebih dari 9.200 warga Palestina di Gaza dan sedikitnya 1.400 warga Israel, menurut data resmi dari kedua belah pihak. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Warga Gaza di Palestina bertahan hidup dengan dua potong roti Arab sehari yang ditimbun PBB di wilayah tersebut, saat Israel terus menerus menghancurkan rumah-rumah, sekolah, serta fasilitas umum, termasuk rumah sakit.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Rata-rata warga Gaza di Palestina bertahan hidup dengan dua potong roti Arab sehari, yang ditimbun PBB di wilayah tersebut, kata Direktur Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Urusan Gaza Thomas White, di Gaza, Jumat (3/11).

Tidak ada tempat yang aman saat ini, katanya, dan orang-orang khawatir akan kehidupan mereka, masa depan mereka dan kemampuan mereka untuk memberi makan keluarga mereka.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) menyokong sekitar 89 toko roti di seluruh Gaza, dengan memberikan roti kepada 1,7 juta orang, kata White kepada diplomat dari 193 negara anggota PBB dalam video briefing dari Gaza.

Namun, katanya, “sekarang orang tidak hanya sekedar mencari roti. Mereka mencari air.”

White mengatakan hampir 600.000 orang berlindung di 149 fasilitas UNRWA, sebagian besar merupakan sekolah, namun badan tersebut telah kehilangan kontak dengan banyak orang di wilayah utara, tempat Israel melakukan operasi darat dan udara yang intens menyusul serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober.

Rata-rata 4.000 pengungsi di Gaza tinggal di sekolah tanpa sumber daya untuk menjaga sanitasi yang layak, katanya. “Kondisinya sangat menyedihkan,” dimana perempuan dan anak-anak tidur di ruang kelas dan laki-laki tidur di luar di ruang terbuka, katanya.

PBB tidak bisa memberi mereka keamanan, kata White, seraya menambahkan bahwa lebih dari 50 fasilitas UNRWA terkena dampak konflik, termasuk lima yang terkena dampak langsung. “Pada hitungan terbaru, 38 orang tewas di tempat penampungan kami. Saya khawatir dengan pertempuran yang terjadi di wilayah utara saat ini, jumlah tersebut akan bertambah secara signifikan,” katanya.

Wakil Koordinator Timur Tengah PBB Lynn Hastings, yang juga merupakan koordinator kemanusiaan untuk wilayah Palestina, mengatakan hanya satu dari tiga jalur pasokan air dari Israel yang beroperasi.

“Banyak orang yang bergantung pada air tanah yang payau atau asin,” katanya.

Generator cadangan, yang sangat penting untuk menjaga rumah sakit, pabrik desalinasi air, fasilitas produksi makanan dan layanan penting lainnya tetap beroperasi, tapi “satu per satu terhenti karena pasokan bahan bakar habis,” kata Hastings.

Dalam pengarahan tersebut, Kepala Kemanusiaan PBB Martin Griffiths juga mengatakan negosiasi intensif sedang dilakukan antara pihak berwenang dari Israel, Mesir, Amerika Serikat dan PBB mengenai izin bahan bakar memasuki Gaza.

Bahan bakar, katanya, sangat penting untuk berfungsinya institusi, rumah sakit, dan distribusi air dan listrik. “Kita harus mengizinkan pasokan ini secara andal dan berulang-ulang ke Gaza.”

Griffiths, kepala kemanusiaan, mengatakan 72 anggota staf UNRWA telah terbunuh sejak 7 Oktober. “Saya pikir ini adalah jumlah tertinggi staf PBB yang hilang dalam konflik,” katanya.

Kementerian Kesehatan Gaza menyebut total lebih dari 9.000 orang telah tewas di Gaza. Angka ini empat kali lebih banyak dibandingkan konflik 50 hari antara Israel dan Hamas di Gaza pada tahun 2014 ketika lebih dari 2.200 warga Palestina terbunuh, kata Griffiths. Dia menambahkan bahwa jumlah korban yang sebenarnya akan terungkap setelah puing-puing bangunan diangkat dan dibersihkan.

Griffiths menyerukan jeda kemanusiaan untuk memberikan bantuan kepada jutaan orang. Dia juga mendesak pembebasan segera seluruh sandera dan perlindungan seluruh warga sipil oleh kedua belah pihak sebagaimana diwajibkan berdasarkan hukum kemanusiaan internasional.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah berulang kali menyerukan gencatan senjata penuh.

Duta Besar Palestina untuk PBB  Riyad Mansour mengeritik Griffiths karena berbicara tentang jeda kemanusiaan, yang juga didesak oleh Amerika Serikat.

Ini berarti “Israel terus membunuh warga Palestina, namun sesekali memberi kami waktu beberapa jam, untuk mendapatkan makanan dan barang lainnya,” kata Mansour.

Dia mengatakan gencatan senjata sangat penting untuk menyelamatkan nyawa, dan mengatakan bahwa “hampir 50 persen dari seluruh bangunan di Jalur Gaza” telah dihancurkan oleh Israel dan situasi yang dihadapi warga Palestina “tidak dapat dipahami dan digambarkan.”

“Hal ini mengharuskan kita semua melakukan segala yang kita bisa untuk menghentikannya,” kata Mansour.

Sumber: The Associated Press

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan