Banner

Coca-Cola akan kembangkan teknologi ubah karbon dioksida jadi gula

Ilustrasi. Pada tahun 2020, Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) berkomitmen untuk mengurangi emisi di seluruh rantai nilainya sebesar 30 persen pada tahun 2030, sebelum mencapai target nol bersih pada tahun 2040. (StockSnap from Pixabay)

Mengatasi emisi yang terkait dengan bahan pertanian dengan cara mengembangkan teknologi yang bisa ubah karbon dioksida jadi gula akan menjadi kunci untuk mencapai nol bersih.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Pada tahun 2020, Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) berkomitmen untuk mengurangi emisi di seluruh rantai nilainya sebesar 30 persen pada tahun 2030 dengan mengembangkan teknologi yang bisa ubah karbon dioksida jadi gula, sebelum mencapai target nol bersih pada tahun 2040.

Guna mencapai target tersebut, cabang Ventures (CCEP Ventures) telah berkolaborasi dengan University of California, Berkeley (UCB) untuk mengeksplorasi metode baru dalam menangkap karbon dan menggunakannya sebagai bahan baku pembuatan gula.

Berbicara secara eksklusif dengan edie.net, Craig Twyford, Kepala CCEP Ventures, menyatakan bahwa proyek ini (yang awalnya akan berlangsung selama tiga tahun) akan memungkinkan perusahaan untuk mendukung para ilmuwan dan pakar dalam mengembangkan metode onsite yang tepat untuk menangkap emisi karbon dari fasilitas dan menggunakannya dalam berbagai produk sebagai upaya untuk menurunkan emisi.

Banner

“Saya pikir ini sangat menarik,” kata Twyford. “Ini adalah gambaran besar, tetapi jika kita mulai menganggap karbon bukan hanya sebagai masalah, tetapi juga sebagai bahan baku, maka ada banyak hal yang dapat kita mulai ubah.

Gula

CCEP mendanai program penelitian tiga tahun yang akan dipimpin oleh Peidong Yang Research Group di University of California, Berkeley, yang pertama dan terutama akan fokus pada produksi gula dari karbon di lokasi pada skala industri.

CCEP dan Twyford percaya bahwa purwa rupa skala lab dapat menjadi langkah pertama dalam membuat bahan baku dan pengemasan lebih berkelanjutan, sehingga meninggalkan jejak karbon yang lebih rendah dalam jangka panjang.

Tebu bukan hanya sumber sebagian besar gula dunia, tetapi juga merupakan tanaman pangan yang paling banyak diproduksi di dunia. Produksi tebu telah meningkat lebih dari 10 persen dalam 10 tahun terakhir. Tanaman pangan ini kini juga dikembangkan dalam pembuatan biofuel (bahan bakar nabati) dan bioplastik yang kontroversial.

Penelitian dari perusahaan analisis makanan Spoonshots menemukan bahwa jejak air rata-rata yang digunakan untuk memproduksi 1 kilogram gula rafinasi setara dengan dua tahun air minum untuk satu orang. Di sini lain, perusahaan seperti British Sugar menghitung bahwa 0,6 gram gula setara karbon dioksisa yang diproduksi untuk setiap gram gula yang dibuat.

Banner

Ketika populasi terus bertambah, lahan menjadi semakin sempit dan diperebutkan, sehingga hutan terpaksa dibakar untuk proses pertanian. Karenanya, inovasi di sektor pertanian adalah kunci untuk memerangi kehilangan dan degradasi lahan, deforestasi, dan krisis iklim.

Untuk perusahaan seperti CCEP, bahan-bahan pertanian, termasuk gula, dapat menyumbang sekitar 25 persen dari keseluruhan jejak karbon perusahaan. Mengatasi emisi yang terkait dengan bahan pertanian akan menjadi kunci untuk mencapai nol bersih.

Twyford menunjukkan bahwa inovasi ini juga dapat membantu mengurangi “beberapa kontributor karbon terbesar” di seluruh rantai nilai, yaitu dengan menghemat bahan mentah dan menggunakannya secara terbatas untuk hal-hal seperti pengemasan. Caranya adalah dengan mengubah karbon menjadi plastik PET, mengurangi kebutuhan akan minyak mentah dan bahan bakar, serta mengurangi biaya transportasi dan logistik karena proyek dikembangkan di lokasi.

Inovasi rantai pasokan

Mengingat bahwa sebagian besar emisi CCEP berada dalam rantai pasokan, perusahaan akan membantu semua pemasok strategisnya menetapkan target berbasis sains dan transisi ke 100 persen listrik terbarukan. 

Untuk emisi terkait bahan dan kemasan, perusahaan akan mempercepat rencana yang berkaitan dengan pertanian berkelanjutan dan menggunakan 100 persen plastik daur ulang.

Banner

Beberapa analisis siklus hidup telah menemukan bahwa botol minuman ringan yang dibuat menggunakan 100 persen plastik daur ulang pascakonsumen menghasilkan karbon dioksia 40 persen lebih sedikit dari pada botol plastik murni.

Sumber: www.edie.net

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan