Sebanyak 74 persen ekspat merasa positif tentang situasi keuangan mereka di Indonesia.
Jakarta (Indonesia Window) – Migrasi global manusia semakin cepat, meningkat dan meluas, didorong oleh beragam alasan, mulai dari politik, ekonomi, serta sosial dan budaya.
Saat ini, misalnya, semakin banyak orang Amerika yang tertarik untuk tinggal di luar negeri. Mereka adalah pekerja yang bergabung dengan Great Resignation, atau orang-orang yang ingin memperlambat habisnya gaji mereka di tengah krisis biaya hidup global.
Prevalensi pekerjaan jarak jauh membuat lebih mudah bagi orang untuk tinggal di negara asing. Beberapa orang mungkin menganggap pengalaman itu menarik dari perspektif keuangan, sementara yang lain melihat manfaat politik.
Sejumlah wanita AS sedang menjajaki kemungkinan pindah dari negaranya setelah penggulingan Roe v. Wade yang memenangkan larangan aborsi. Salah satu perusahaan Inggris yang membantu orang pindah ke berbagai negara melaporkan lonjakan 193 persen pengunjung situs dari Amerika, kebanyakan wanita milenial, setelah Mahkamah Agung membatalkan hak konstitusional untuk aborsi pada akhir Juni tahun ini.
Di sini lain, banyak negara mencoba memanfaatkan tren bekerja dari rumah dengan memperkenalkan visa pengembara digital, dengan beberapa bahkan menjanjikan gaya hidup bebas pajak untuk memikat pekerja jarak jauh.
Setiap tahun, InterNations, sebuah situs jejaring internasional, meminta ribuan ekspatriat untuk mengevaluasi kualitas hidup mereka di luar negeri dan mengumpulkan hasilnya ke dalam peringkat tujuan terbaik bagi orang-orang yang ingin tinggal dan bekerja di tempat lain.
Expat Insider tahun ini mensurvei 11.970 ekspatriat, yang mewakili 177 negara dan tinggal di 181 negara.
Meksiko menempati peringkat tertinggi sebagai tujuan utama untuk peringkat tahun ini, dengan 91 persen ekspatriat melaporkan bahwa mereka senang dengan kehidupan mereka di negara Amerika selatan ini.
Mereka sangat menghargai betapa mudahnya menetap, dan seberapa jauh uang mereka habis.
Biaya hidup meningkat di seluruh dunia, karena inflasi melanda banyak negara dengan kenaikan harga terburuk yang pernah mereka alami dalam beberapa dekade.
Tidak mengherankan bahwa biaya hidup menjadi pertimbangan utama bagi ekspatriat ketika menilai betapa bahagianya mereka hidup di luar negeri.
Lebih dari tiga perempat ekspatriat di Meksiko mengatakan mereka umumnya senang dengan situasi keuangan mereka. Hanya 15 persen yang memperoleh lebih dari 100.000 dolar AS per tahun, tetapi 90 persen menganggap pendapatan rumah tangga mereka cukup atau lebih dari cukup bisa berbelanja dan hidup nyaman. Hal ini berbeda dengan lebih dari 36 persen karyawan di AS yang mendapatkan gaji 100.000 dolar atau lebih per tahun, tetapi mengatakan bahwa mereka hidup dari gaji ke gaji, menurut survei yang dirilis perusahaan konsultan Willis Towers Watson bulan lalu. Hanya ekspatriat di Vietnam yang lebih puas dengan keadaan keuangan mereka.
Berada di bawah Meksiko sebagai negara paling nyaman bagi ekspat dalam daftar InterNations adalah Indonesia, dengan 74 persen merasa positif tentang situasi keuangan mereka, dibandingkan dengan 60 persen secara global.
Menyusul di bawah Indonesia adalah Taiwan, dengan ekspatriat yang memuji keterjangkauan perawatan kesehatan, rasa aman, dan stabilitas keuangan. Survei menunjukkan 70 persen menyatakan kepuasan dengan situasi keuangan mereka.
Kebalikan
Daftar InterNations mencapai negara-negara yang paling tidak disukai oleh ekspat, dengan tiga terbawah adalah Hong Kong, Selandia Baru, dan Luksemburg.
Tampaknya ada hubungan kuat antara situasi keuangan responden dan kualitas hidup mereka, karena Selandia Baru menempati peringkat kedua dari belakang secara keseluruhan karena dianggap tidak mendukung keuangan pribadi.
Secara global, 35 persen ekspatriat mengatakan tidak senang dengan biaya hidup di negara mereka, tetapi ketidakpuasan melonjak menjadi 75 persen ketika datang ke Selandia Baru karena meningkatnya inflasi. Di negara Pasifik ini, inflasi mencapai 6,9 persen, tertinggi dalam 32 tahun.
Seorang ekspatriat yang pindah dari Botswana ke Selandia Baru mengatakan kepada InterNations, “Biaya hidup di sini terlalu tinggi dibandingkan dengan gaji,” sementara yang lain dari India menunjukkan “kesenjangan yang tumbuh antara kaya dan miskin.”
Berikut adalah tempat terbaik dan terburuk menurut InterNations bagi ekspatriat untuk tinggal pada tahun 2022:
10 besar terbaik
- Meksiko
- Indonesia
- Taiwan
- Portugal
- Spanyol
- Uni Emirat Arab
- Vietnam
- Thailand
- Australia
- Singapura
10 terbawah
- Malta
- Italia
- Turki
- Afrika Selatan
- Jepang
- Luksemburg
- Siprus
- Hongkong
- Selandia Baru
- Kuwait
Sumber: Fortune
Laporan: Redaksi