Seorang gadis Palestina berusia delapan tahun di Jalur Gaza, mengangkat sebuah pecahan cermin untuk melihat apakah rambutnya telah tumbuh kembali.
Gaza, Palestina (Xinhua/Indonesia Window) – Setiap pagi setelah bangun tidur, Sama Tubail, seorang gadis Palestina berusia delapan tahun di Jalur Gaza, mengangkat sebuah pecahan cermin untuk melihat apakah rambutnya telah tumbuh kembali.
“Sepertinya rambut saya tidak akan pernah kembali seperti semula. Saya sangat sedih karena kehilangan rambut saya dan menjadi botak,” keluh gadis kecil itu.
Lima bulan lalu, Tubail masih memiliki rambut panjangnya. Dia kerap menata rambutnya, membuat dirinya menjadi pusat perhatian di tengah kawan-kawannya.
Pada masa-masa itu, Tubail sangat senang bermain dengan kawan-kawannya. Saat berbincang-bincang dengan Xinhua, gadis cilik itu mengatakan semua itu dapat membantunya mengatasi rasa takut di tengah serangan bertubi-tubi Israel di daerah kantong pesisir tersebut.
Kemudian, tiba-tiba saja hidupnya berubah drastis saat pasukan Israel menyerang sebuah rumah di dekat tenda keluarganya di Rafah, Gaza selatan. Keluarganya pun terpaksa mengungsi ke Rumah Sakit Lapangan Indonesia di kota itu.
“Saya terbangun mendengar bunyi ledakan dahsyat yang mengerikan di dekat kami. Tanpa sempat menyadari apa yang sedang terjadi, ayah menggendong saya dan saudara perempuan saya lalu berlari ke jalan, meminta ibu saya untuk mengikutinya,” kenang gadis cilik itu.
“Saya mendengar jantungnya berdegup kencang. Saya ketakutan dan merasa seolah kematian sedang mengejar kami,” ujarnya dengan suara bergetar. “Kami tiba di rumah sakit untuk bersembunyi di dalamnya. Kami pikir itu tempat yang aman, namun tentara menembaki atap rumah sakit dan kami menghabiskan sepanjang malam di tengah serangan Israel yang tak kunjung berhenti.”
Untungnya, Tubail dan keluarganya selamat dari serangan itu dan pindah ke Khan Younis, kota lainnya di Gaza selatan, karena mengira tempat itu lebih aman. Namun, rentetan ledakan terus terjadi dan gadis kecil itu pun merasa dirinya bisa tewas kapan saja.
Agar tidak mengganggu orang tuanya, Tubail memutuskan untuk tidak menangis dan menyimpan sendiri rasa takut itu di hatinya. Beberapa hari kemudian, Tubail terkejut melihat rambutnya mengalami kerontokan parah saat sedang menyisir rambut. Dia pun tak sanggup lagi menahan dan mulai menangis mencari ibunya.
“Hanya dalam tiga hari, anak saya kehilangan 80 persen rambutnya. Saya membawanya ke banyak dokter untuk mencari bantuan. Semuanya mengatakan pengobatan yang dibutuhkannya tidak tersedia di Gaza,” kata Om Mohammed, ibu Tubail, kepada Xinhua.
“Apa dosa anak saya sehingga dihukum seperti ini? Anak-anak ini tak seharusnya menyaksikan malapetaka seperti ini,” kata ibu tiga anak yang berusia 39 tahun itu.
Bagi Om Mohammed, momen tersulit baginya adalah ketika Tubail menghampirinya sambil menangis dan bertanya apakah dia terkena kanker.
“Saya tak sanggup melihat air mata putri saya. Saya katakan padanya bahwa rambutnya akan segera tumbuh kembali. Saya selalu mengatakan padanya bahwa dia adalah gadis tercantik di dunia ini,” ujar wanita itu.
Di tengah krisis pasokan obat-obatan di Gaza akibat pengepungan Israel yang terus berlanjut di daerah kantong itu, tidak ada perawatan yang tersedia untuk Tubail di wilayah tersebut. Oleh karena itu, Om Mohammed meminta bantuan dan berharap putrinya dapat dikirim ke luar negeri untuk menjalani pengobatan.
Israel melancarkan serangan besar-besaran melawan Hamas di Gaza untuk membalas serangan Hamas di perbatasan Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Menurut pernyataan yang dirilis oleh otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza pada Ahad (1/9), jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel yang masih berlangsung di daerah kantong tersebut bertambah menjadi 40.738 orang.
“Sayangnya, anak-anak harus membayar harga yang mahal untuk perang ini,” kata Amjad Shawa, Direktur Jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat Palestina (Palestinian Non-Governmental Organizations Network/PNGO) di Jalur Gaza, kepada Xinhua.
“Semua anak di Gaza menderita trauma psikologis yang berdampak negatif terhadap kondisi kesehatan mereka dan bahkan hidup mereka,” kata Shawa.
“Beberapa anak terinfeksi berbagai penyakit akibat trauma psikologis mereka dan beberapa anak lainnya, seperti Tubail, mengalami kerontokan rambut, dan ini adalah dampak yang normal dari kondisi mengerikan yang mereka alami saat ini,” katanya.
Tubail merayakan ulang tahunnya pada tanggal 5 Oktober. Bagi gadis kecil itu, salah satu impian terbesarnya adalah rambutnya tumbuh kembali sebelum ulang tahunnya.
“Bahkan jika tahun ini saya tidak dapat merayakan ulang tahun, saya berharap dapat melakukannya tahun depan jika perang berakhir dan saya bisa pergi untuk menjalani pengobatan,” kata gadis kecil itu.
Laporan: Redaksi