Banner

Ilmuwan sebut pencairan gletser di Gunung Qomolangma relatif lambat

Foto dari udara yang diabadikan pada 15 Mei 2023 ini menunjukkan gletser Rongbuk Tengah di kaki Gunung Qomolangma di Daerah Otonom Tibet, China barat daya. (Xinhua/Jigme Dorje)

Pencairan gletser Gunung Qomolangma, puncak tertinggi di dunia, menyusut sekitar 6,5 persen sejak tahun 2000, dan hilangnya material gletser setiap tahunnya setara dengan 0,3 meter air.

 

Lhasa, China (Xinhua) – Pemanasan global dan perpindahan polutan-polutan udara lintas perbatasan mempercepat pencairan gletser di kawasan Gunung Qomolangma, tetapi tren penyusutannya relatif lebih lambat dibandingkan di bagian lain di dunia, demikian disampaikan oleh seorang ilmuwan China.

Pemantauan lapangan dan penginderaan jarak jauh selama beberapa dekade menemukan bahwa gletser di lereng utara Gunung Qomolangma, puncak tertinggi di dunia, menyusut sekitar 6,5 persen sejak tahun 2000, dan hilangnya material gletser setiap tahunnya setara dengan 0,3 meter air, menurut Kang Shichang, seorang pakar gletser di Northwest Institute of Eco-Environment and Resources yang berada di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS).

“Jika Anda melihat gletser di Arktika dan Antarktika serta gletser-gletser gunung di seluruh dunia, laju penyusutannya sangat cepat. Khususnya, gletser di Alaska mengalami penyusutan yang setara dengan satu meter air per tahun selama 20 tahun terakhir,” ujar Kang, yang telah beberapa kali melakukan perjalanan ke kawasan Arktika dan Antarktika untuk menyelidiki perubahan lapisan es dan hilangnya material gletser.

Alasan utama penyusutan gletser dan menara es di kawasan Gunung Qomolangma adalah karena karbon dioksida, metana, dinitrogen oksida, dan gas rumah kaca lainnya yang dihasilkan oleh aktivitas manusia bertahan di atmosfer untuk waktu yang lama, mengakibatkan pemanasan global.

Banner

“Menurut catatan inti es yang dibor oleh para ilmuwan China di kawasan Gunung Qomolangma, jumlah logam berat dan polutan organik yang persisten dari sumber-sumber manusia di atmosfer di kawasan tersebut telah meningkat sejak Revolusi Industri,” ujar Kang. Hasil penelitian itu telah dipublikasikan.

Sampel es, salju, dan inti es yang diambil dari kawasan Gunung Qomolangma menunjukkan bahwa perpindahan polutan udara lintas perbatasan, terutama aerosol karbon hitam (black carbon) yang mampu menyerap cahaya, dapat mengurangi albedo permukaan salju dan es serta mempercepat pencairan kriosfer setelah menempel pada gletser dan salju, tutur Kang.

Kang menambahkan bahwa logam berat dan polutan organik persisten yang tersimpan di kriosfer dapat dilepaskan dengan melelehnya kriosfer, yang memiliki dampak potensial terhadap lingkungan ekologi kawasan tersebut.

“Perlindungan gletser harus segera dilakukan. Introduksi undang-undang yang baru diadopsi tentang konservasi ekologis di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet akan membantu kita melindungi gletser dan tanah beku di kawasan tersebut dengan lebih baik,” papar Kang.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan