Penanggulangan ekstrimisme dan kejahatan terorisme serta penanganan radikalisasi merupakan salah satu pendekatan yang disampaikan Indonesia pada Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum (GCTF) ke-13 di New York (20/9).
Jakarta (Indonesia Window) – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menyampaikan tiga upaya yang dilakukan Indonesia, yakni; pertama, mengedepankan pendekatan ‘whole-of-government’ and ‘whole-of-society’, sebagaimana dimandatkan dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme.
Retno menyampaikan hal tersebut pada Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum (GCTF) ke-13 di di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (20/9), ungkap Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataan tertulisnya, Kamis.
Hal tersebut disampaikan untuk berbagi pengalaman mengenai penanggulangan ekstrimisme dan kejahatan terorisme serta penanganan radikalisasi di Indonesia, khususnya mengenai strategi rehabilitasi dan reintegrasi (R&R) bagi mantan teroris.
Pendekatan tersebut menggarisbawahi pentingnya peran dan dukungan yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat, serta menggabungkan hard and soft approaches, pelibatan masyarakat dan kerja sama internasional.
Ancaman global terorisme terus meningkat dan terus berevolusi, ungkap Retno, seraya menambahkan, aksi teror semakin beragam dan penggunaan propaganda online serta eksploitasi terhadap teknologi baru termasuk drone dan AI (artificial intelligence) juga semakin tinggi.
Menlu juga menyampaikan bahwa angka kematian akibat terorisme dalam lima tahun terakhir dilaporkan meningkat.
“Bagi Indonesia, rehabilitasi dan reintegrasi (R&R) harus mencakup semua aspek, tidak hanya terbatas pada mantan narapidana teroris, tetapi juga harus memperkuat ketahanan masyarakat dan lingkungan yang menerima mereka,” tambahnya.
“It takes a village, to turn an extremist idea into a peaceful one, ” ucap Retno, yang berarti mengubah pemikiran ekstremisme menjadi pemikiran yang damai memerlukan dukungan semua pihak.
Kedua, memastikan kemajuan teknologi dan riset, agar tidak disalahgunakan. Teknologi yang berkembang sangat cepat dapat memberi ruang bagi berkembangnya ide-ide ekstremisme.
“Kita harus tetap waspada,” ujar menlu. Untuk itu, Indonesia telah meluncurkan Pusat Pengetahuan Indonesia (I-KHub) untuk mengintegrasikan sistem data dan mendukung pengambilan keputusan berbasis penelitian dalam upaya memerangi ekstremisme, sekaligus memastikan keamanan negara.
Ketiga, terus memastikan lingkungan yang aman untuk menangkal ekstremisme, termasuk melalui program pendidikan bagi perempuan dan anak.
“Karena pemikiran ekstremis hanya dapat tumbuh di tempat yang dipenuhi dengan kebencian,” Retno menegaskan, seraya mengkarapkan agar negara-negara GCTF berkomitmen kuat untuk memastikan implementasi yang inklusif dari strategi R & R ini.
GCTF merupakan forum utama di luar kerangka PBB yang membahas upaya kerja sama dan pertukaran informasi global dalam isu penanggulangan terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan.
Menlu Retno hadir dalam kapasitasnya sebagai Co- Chair Countering Violent Extremism (CVE) Working Group (WG), di mana Indonesia telah menjabat sejak tahun 2017 bersama Australia.
Laporan: Redaksi