Pembantaian Nanjing terjadi ketika pasukan Jepang merebut kota tersebut pada 13 Desember 1937, di mana selama enam pekan, mereka menewaskan sekitar 300.000 warga sipil dan tentara tak bersenjata China dalam peristiwa yang dianggap sebagai salah satu episode paling kejam dalam Perang Dunia II.
Nanjing, China (Xinhua) – Liu Suzhen, salah satu penyintas Pembantaian Nanjing, wafat pada Ahad (21/4) di usia 93 tahun, mengurangi jumlah penyintas yang terdaftar menjadi 35 orang, demikian menurut Balai Peringatan Korban Pembantaian Nanjing oleh Tentara Jepang (Memorial Hall of the Victims in Nanjing Massacre by Japanese Invaders) pada Senin (22/4).
Pembantaian Nanjing terjadi ketika pasukan Jepang merebut kota tersebut pada 13 Desember 1937. Selama enam pekan, mereka menewaskan sekitar 300.000 warga sipil dan tentara tak bersenjata China dalam peristiwa yang dianggap sebagai salah satu episode paling kejam dalam Perang Dunia II.
Selama Pembantaian tersebut, tentara Jepang menyiram lengan kanan Liu yang berusia enam tahun dengan air mendidih. “Kami bersembunyi di sebuah tempat penampungan di Jalan Shanghai. Suara pesawat yang membombardir di atas sangat memekakkan telinga. Orang dewasa maupun anak-anak terlalu takut untuk keluar. Kejadian itu sangat, sangat tragis,” kenangnya.
“Kita tidak boleh melupakan penderitaan yang pernah kita alami di masa lalu. Kita harus mengingatnya dengan kuat,” ujar Liu, yang dihantui oleh tragedi tersebut sepanjang hidupnya.
Pemerintah China menyimpan kesaksian para penyintas, yang direkam dalam bentuk transkrip tertulis maupun video. Berbagai dokumen tentang pembantaian tersebut juga telah didaftarkan oleh UNESCO dalam Daftar Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World Register) pada 2015.
Laporan: Redaksi