Pembagian rice cooker gratis dinilai hampir tidak memberikan kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon karena kapasitasnya yang kecil dan pasokan listrik yang dipakai memasak itu pun masih mengandalkan pembangkit batu bara.
Jakarta (Xinhua) – Pemerintah Indonesia akan membagikan alat memasak berbasis listrik (AML) atau dikenal juga rice cooker secara gratis kepada 500.000 keluarga yang tergolong kelompok menengah ke bawah pada tahun ini. Salah satu tujuannya yakni untuk meningkatkan konsumsi listrik masyarakat di saat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengalami kelebihan pasokan listrik atau oversupply.
Aturan untuk program ini sudah berlaku sejak 2 Oktober tahun ini. Sasaran penerima program ini yakni pelanggan listrik yang tergolong menengah ke bawah yang menggunakan daya 450-1.300 volt ampere (VA).
“Tujuannya untuk menjamin akses energi bersih yang terjangkau, andal dan berkelanjutan,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu dalam keterangan resminya.
Pemerintah memperkirakan konsumsi listrik masyarakat dapat meningkat hingga 140 gigawatt-jam (GWh) atau setara kapasitas pembangkitan listrik 20 megawatt (MW). Dengan demikian, penjualan listrik oleh PLN juga akan naik di tengah persoalan oversupply yang terjadi selama bertahun-tahun.
Program ini juga bermanfaat bagi pemerintah melalui penghematan anggaran subsidi LPG tabung 3 Kg, terlebih sebagian besar gas itu masih diimpor. Kementerian ESDM memperkirakan potensi penghematan konsumsi LPG dapat mencapai 29 juta kilo atau setara 9,7 juta tabung LPG 3 Kg.
Sementara bagi masyarakat, Jisman mengklaim pengeluaran memasak rumah tangga bisa turun dengan beralih ke rice cooker, namun dia tidak merinci secara detail terkait hal itu.
Rencana ini sebetulnya sudah muncul sejak tahun lalu dan sampai aturannya terbit awal bulan ini masih banyak menuai kritikan. Direktur lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai rice cooker gratis bukan program yang tepat mengatasi kelebihan pasokan listrik PLN. Solusi paling ideal menurutnya adalah menutup pembangkit listrik, khususnya yang menggunakan batu bara agar sejalan dengan program transisi energi.
Kebijakan ini pun dinilai tidak menguntungkan masyarakat miskin. Meski rice cooker sudah diberikan gratis, rumah tangga penerima harus menyiapkan dana tambahan jika memerlukan servis ataupun membeli perkakas pendukung, sementara alat masak lama tidak akan terpakai lagi.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan pembagian rice cooker gratis ini hampir tidak memberikan kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon karena kapasitasnya yang kecil dan pasokan listrik yang dipakai memasak itu pun masih mengandalkan pembangkit batu bara.
Fahmy pun tidak begitu yakin program ini bisa mengurangi konsumsi LPG 3 Kg karena rice cooker fungsinya terbatas, sementara masyarakat masih memerlukan kompor gas untuk memasak lauk pauk dan lainnya.
Laporan: Redaksi