Banner

Fokus Berita – PBB peringatkan potensi kenaikan suhu di atas ambang batas 1,5 derajat Celsius

Seorang anak menyejukkan diri di sebuah air mancur di Mexico City, Meksiko, pada 15 Mei 2024. (Xinhua/Francisco Canedo)

Peluang peningkatan suhu dunia melewati ambang batas 1,5 derajat Celsius terus meningkat sejak 2015 ketika kemungkinannya hampir nol.

 

Brussel/Jenewa/Berlin, Belgia/Swiss/Jerman (Xinhua) – Badan cuaca dan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (5/6) menyerukan tindakan segera untuk mengatasi perubahan iklim, seraya menyoroti temuan dalam sebuah laporan yang memprediksi tingginya peluang bagi suhu global untuk melampaui ambang batas kritis peningkatan suhu.

Ada peluang 80 persen untuk suhu global rata-rata tahunan melebihi ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius pada setidaknya satu tahun dalam periode lima tahun ke depan, menurut laporan Global Annual to Decadal Update dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).

Peluang peningkatan suhu dunia melewati ambang batas ini terus meningkat sejak 2015 ketika kemungkinannya hampir nol, menurut WMO.

Prediksi terbaru ini menjadi peringatan keras lainnya bahwa dunia makin mendekati target bawah untuk kenaikan suhu yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, yang bertujuan untuk membatasi pemanasan global agar jauh di bawah 2 derajat Celsius di atas tingkat praindustri (1850-1900), dengan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius di akhir abad ini, papar badan iklim yang bermarkas di Jenewa tersebut.

Banner

Menurut laporan tersebut, suhu rata-rata global di dekat permukaan untuk setiap tahun selama periode antara 2024 hingga 2028 diperkirakan akan lebih tinggi 1,1 hingga 1,9 derajat Celsius dibandingkan dengan garis dasar masa praindustri.

Ada peluang 86 persen bahwa setidaknya dalam satu tahun hingga 2028, kenaikan suhu akan mencapai rekor tertinggi baru, memecahkan rekor pada 2023, tambah laporan tersebut.

Periode 12 bulan dari Juni 2023 hingga Mei 2024 telah dikonfirmasi sebagai periode terpanas sepanjang sejarah, dengan kenaikan suhu 1,63 derajat Celsius di atas rata-rata praindustri, ungkap Copernicus Climate Change Service (C3S) Uni Eropa. Data ini juga mengonfirmasi bahwa bulan lalu merupakan Mei terpanas yang pernah tercatat secara global, menandai bulan ke-12 berturut-turut yang membukukan suhu rata-rata global tertinggi.

“Fakta bahwa suhu global mencapai rekor tertinggi 12 bulan berturut-turut memang mengejutkan, namun tidak mengherankan,” ujar Direktur C3S Carlo Buontempo dalam sebuah pernyataan. Dia menyampaikan bahwa meskipun rentetan bulan dengan suhu mencapai rekor tertinggi ini pada akhirnya akan berakhir, pola perubahan iklim secara keseluruhan akan terus berlanjut, tanpa terlihat adanya tanda-tanda pembalikan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sebuah pidato video untuk peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni memperingatkan tentang ancaman “bencana iklim”.

“Ini adalah waktu krisis iklim,” ujarnya, seraya menekankan bahwa “desakan untuk pengambilan tindakan segera belum pernah segenting saat ini, demikian pula peluang untuk tindakan itu, tidak hanya untuk memperbaiki iklim, tetapi juga untuk mewujudkan kemakmuran ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.”

Banner

“Kita sudah melenceng jauh dari target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris,” kata Wakil Sekretaris Jenderal WMO Ko Barrett. “Kita harus segera melakukan lebih banyak upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, atau kita akan menghadapi kerugian ekonomi yang makin besar, jutaan nyawa yang terdampak cuaca ekstrem, dan kerusakan lingkungan serta keanekaragaman hayati yang ekstensif.”

Peluang peningkatan suhu dunia
Orang-orang menyejukkan diri di sebuah kanal di tengah terjangan gelombang panas di Lahore, Pakistan, pada 2 Juni 2024. (Xinhua/Sajjad)

Barrett mengakui bahwa kenaikan suhu global kemungkinan akan melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius untuk sementara waktu dengan frekuensi yang makin sering. Namun, dia menekankan bahwa kenaikan di atas ambang batas yang bersifat sementara ini tidak berarti target 1,5 derajat hilang secara permanen, karena ambang ini mengacu pada pemanasan jangka panjang selama puluhan tahun.

Dampak iklim menghancurkan

Bahkan pada tingkat pemanasan global saat ini, dunia sudah mengalami berbagai dampak iklim yang menghancurkan. Dampak tersebut termasuk fenomena gelombang panas yang makin sering terjadi dan intens; kejadian curah hujan dan kekeringan yang ekstrem; berkurangnya lapisan es, es laut, dan gletser; serta percepatan kenaikan permukaan laut dan pemanasan laut.

Jerman, misalnya, sedang bergulat dengan dampak banjir besar yang menyebabkan lima orang meninggal dunia dan beberapa orang lainnya hilang, setelah curah hujan yang sangat tinggi mengguyur sejumlah wilayah negara itu sejak Jumat (31/5).

Di tempat lain, Siprus ‘terpanggang’ oleh cuaca yang sangat terik, yang memaksa berbagai pekerjaan di luar ruangan harus terhenti pada Rabu. Departemen meteorologi negara tersebut mengeluarkan peringatan oranye untuk cuaca panas ekstrem, dengan perkiraan suhu maksimum sekitar 44 derajat Celsius di wilayah dataran dan sekitar 34 derajat Celsius di daerah pegunungan yang lebih tinggi.

Banner
Foto yang diabadikan pada 2 Juni 2024 ini menunjukkan area yang dilanda banjir di Babenhausen, Negara Bagian Bavaria, Jerman selatan. (Xinhua/Zhang Fan)

“Peristiwa ini memang bisa terjadi, namun bukan kejadian biasa” pada periode ini dalam setahun, kata Direktur Departemen Meteorologi Siprus Philippos Tymvios seperti dikutip situs berita lokal Philenews. “Peristiwa cuaca ini dapat dikaitkan dengan perubahan iklim yang sedang berlangsung dengan pola cuaca ekstrem di seluruh dunia,” imbuhnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan