Banner

China akan sempurnakan sistem kelistrikan untuk pertumbuhan hijau dan ketahanan energi

Sejumlah staf State Grid Cabang Qinghai bekerja di lokasi proyek pembangkit listrik 750 kilovolt (kV) di wilayah Gonghe, Prefektur Otonom Etnis Tibet Hainan, Provinsi Qinghai, China barat laut, pada 23 April 2024. (Xinhua/Wang Xiaogang)

Pasar kendaraan energi baru (new energy vehicle/NEV) di China terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir, dengan penjualan NEV naik 32 persen pada paruh pertama (H1) 2024, menciptakan permintaan yang sangat besar untuk fasilitas pengisian daya di negara tersebut.

 

Beijing, China (Xinhua/Indonesia Window) – China pada Selasa (6/8) meluncurkan sebuah rencana aksi untuk mempercepat pembangunan ‘sistem kelistrikan baru’ sebagai bagian dari upaya negara tersebut untuk mengejar pembangunan rendah karbon dan memastikan ketahanan energi.

Rencana tersebut, yang dirilis bersama oleh Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (National Development and Reform Commission/NDRC), Administrasi Energi Nasional (National Energy Administration/NEA), dan Administrasi Data Nasional (National Data Administration/NDA) China, menguraikan langkah-langkah yang akan diambil di sembilan bidang pada periode 2024 hingga 2027.

Otoritas China akan bekerja untuk meningkatkan transmisi listrik bersih melalui jaringan listrik dengan menggunakan teknologi pembangkit listrik, regulasi, dan kontrol mutakhir.

Seiring dengan meningkatnya pembangkit listrik tenaga angin dan tenaga surya di kawasan gurun serta area-area yang mengalami desertifikasi di China, terdapat kebutuhan yang meningkat untuk menyalurkan energi bersih ke daerah-daerah yang membutuhkan listrik, ungkap NEA dalam siaran persnya terkait rencana tersebut.

China menargetkan untuk meningkatkan total kapasitas terpasang fasilitas pembangkit listrik tenaga angin dan surya di gurun serta area-area yang mengalami desertifikasi menjadi 455 juta kilowatt per 2030. Saat ini, jalur transmisi lintas regional sebagian besar menyalurkan tenaga batu bara dan air.

Dalam dokumen tersebut, China juga berencana meningkatkan pembangkit listrik tenaga batu baranya guna mencapai “pengurangan substansial” dalam emisi karbon.

“Pembangkit listrik tenaga batu bara akan tetap menjadi sumber penting pasokan listrik yang reliabel di negara kita. Untuk mencapai tujuan puncak emisi karbon, perlu dilakukan percepatan transformasi rendah karbon (di sektor ini),” ujar NEA.

Pasar kendaraan energi baru (new energy vehicle/NEV) di China terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir, dengan penjualan NEV naik 32 persen pada paruh pertama (H1) 2024, menciptakan permintaan yang sangat besar untuk fasilitas pengisian daya di negara tersebut.

Dalam rencana tersebut, China bertekad memperluas infrastruktur pengisian daya untuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV), memperkuat integrasi dan interaksi antara EV dan jaringan listrik, serta menetapkan serangkaian standar untuk infrastruktur pengisian daya.

Pada akhir Juni, jumlah stasiun pengisian daya di China mencapai 10,24 juta unit, meningkat 54 persen secara tahunan (year on year/yoy), tunjuk data resmi.

Pekan lalu, juru bicara NEA mengatakan bahwa administrasinya mempromosikan pembangunan fasilitas pengisian daya di daerah-daerah pedesaan untuk memanfaatkan potensi penjualan EV, dan sepertiga daerah setingkat provinsi di China telah membangun stasiun pengisian daya di kota dan desa.

Dokumen yang dirilis pada Selasa itu juga menetapkan langkah-langkah yang bertujuan untuk memastikan operasi yang stabil dalam sistem kelistrikan China dan meningkatkan pengembangan jaringan distribusi listrik.

Konsumsi listrik China, barometer utama aktivitas ekonomi, mencatatkan ekspansi yang kuat pada H1 tahun ini, naik 8,1 persen menjadi hampir 4,66 triliun kilowatt-jam (kWh). Untuk menopang perekonomian terbesar kedua di dunia, negara tersebut membutuhkan pasokan listrik yang reliabel.

Berpegang teguh pada jalur pembangunan hijau, China berkomitmen pada tujuan karbon ganda yaitu mencapai puncak emisi karbon pada 2030 dan mencapai netralitas karbon pada 2060, dalam rentang waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan negara-negara maju.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan