Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak naik-turun menjelang pertemuan negara-negara konsumen untuk membahas pelepasan baru cadangan minyak darurat mereka di samping rencana pelepasan besar-besaran oleh Amerika Serikat.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 6 sen menjadi 100,22 dolar AS per barel pada pukul 00.57 GMT setelah diperdagangkan setinggi 101,75 dolar AS. Kontrak merosot 7,0 persen pada Kamis (31/3).
Minyak mentah berjangka Brent menguat 5 sen menjadi diperdagangkan di 104,76 dolar AS per barel, setelah jatuh 5,6 persen pada Kamis (31/3). Kontrak Mei berakhir pada Kamis (31/3) di 107,91 dolar AS.
Rencana rilis AS menyebabkan penurunan harga minyak Kamis (31/3). Pada Jumat, kedua kontrak acuan masing-masing menuju kerugian mingguan sekitar 13 persen, terbesar dalam dua tahun.
Negara-negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) akan bertemu pada Jumat pukul 12.00 GMT untuk membahas pelepasan minyak darurat lebih lanjut yang akan mengikuti perjanjian 1 Maret mereka untuk melepaskan sekitar 60 juta barel.
Presiden AS Joe Biden pada Kamis (31/3) mengumumkan pelepasan 1 juta barel per hari selama enam bulan mulai Mei. Ini akan menjadi rilis terbesar yang pernah ada dari cadangan minyak strategis (SPR) AS.
Tujuannya adalah untuk menebus pasokan minyak yang terganggu dari Rusia, yang terkena sanksi setelah invasi ke Ukraina. Moskow menyebut aktivitasnya di Ukraina sebagai “operasi militer khusus” untuk melucuti senjata tetangga baratnya.
Para pedagang sedang menunggu untuk melihat berapa banyak minyak yang disetujui negara-negara IEA untuk dirilis tetapi tidak memperkirakan memiliki banyak dampak jangka panjang di pasar.
“Rilis sebelumnya dari SPR membutuhkan waktu untuk mencapai pasar dan berdampak kecil pada harga,” kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan.
Sementara Biden meminta produsen-produsen AS untuk meningkatkan produksi, analis ANZ mengatakan rilis SPR besar-besaran sebenarnya dapat menjadi bumerang dan mencegah produsen mengebor lebih banyak.
“Skala rilis yang diusulkan cukup besar untuk sebagian besar, atau bahkan sepenuhnya, mengisi defisit pasokan di pasar minyak mentah untuk suatu periode,” kata analis komoditas Commonwealth Bank, Tobin Gorey.
“Tindakan tersebut kemungkinan akan membatasi harga untuk periode itu, setelah itu pasar akan bergantung pada OPEC+ untuk meningkatkan produksi,” katanya.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, bersama-sama disebut OPEC+, tetap pada rencana untuk menambah pasokan 432.000 barel per hari pada Mei, meskipun ada tekanan barat pada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk menggunakan kapasitas cadangan mereka guna meningkatkan produksi lebih lanjut.
Laporan: Redaksi