Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak jatuh di perdagangan Asia pada Selasa pagi, karena investor mengambil keuntungan dari reli hari sebelumnya ke tertinggi tujuh tahun dan ketika pasar saham global merosot, meskipun kerugian dibatasi oleh kekhawatiran bahwa Rusia mungkin menyerang Ukraina dan mengganggu pasokan.
Minyak mentah berjangka Brent turun 29 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 96,19 dolar AS per barel pada pukul 02.05 GMT, setelah melonjak 2,04 pada Senin (14/2).
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 36 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 95,10 dolar AS per barel, setelah terangkat 2,36 dolar AS pada hari sebelumnya.
Kedua harga acuan mencapai tertinggi sejak September 2014 pada Senin (14/2), dengan Brent menyentuh 96,78 dolar AS per barel dan WTI mencapai 95,82 dolar AS per barel.
Rusia adalah salah satu produsen minyak dan gas terbesar di dunia, dan kekhawatiran akan menginvasi Ukraina telah mendorong reli minyak menuju 100 dolar AS per barel, level yang tidak terlihat sejak 2014.
“Investor meraup keuntungan dari reli Senin (14/2) meskipun mereka ragu-ragu untuk mengambil posisi jual baru karena meningkatnya ketegangan di Eropa Timur,” kata Hiroyuki Kikukawa, manajer umum penelitian di Nissan Securities.
“Pasar minyak mungkin melihat koreksi nyata jika kesepakatan nuklir Iran-AS disetujui atau ekuitas global jatuh lebih jauh di tengah kekhawatiran atas inflasi dan kebijakan moneter yang lebih ketat oleh bank sentral,” katanya.
Para manajer portofolio masih bullish tentang prospek minyak. Tapi harga telah naik lebih dari 30 persen dalam waktu kurang dari tiga bulan dan ada kekhawatiran tentang kenaikan inflasi serta suku bunga, mendorong para fund manager mengambil beberapa keuntungan pekan lalu.
Investor juga mengamati pembicaraan antara Amerika Serikat dan Iran. Menteri luar negeri Iran mengatakan Iran “sedang terburu-buru” untuk mencapai kesepakatan cepat dalam pembicaraan nuklir di Wina, asalkan kepentingan nasionalnya dilindungi.
Saham global turun pada Senin (14/2) di tengah peringatan AS bahwa Rusia dapat segera menyerang Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy meminta warga Ukraina untuk mengibarkan bendera negara di gedung-gedung dan menyanyikan lagu kebangsaan secara serempak pada 16 Februari, tanggal yang oleh beberapa media Barat disebut sebagai kemungkinan awal invasi Rusia.
Beberapa organisasi media Barat telah mengutip pejabat AS dan lainnya mengutip tanggal ketika pasukan Rusia akan siap untuk menyerang.
Sementara itu, Kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mendesak OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan produsen sekutu, untuk menutup kesenjangan antara kata-kata dan tindakannya.
Kekurangan dalam produksi OPEC+ dan kekhawatiran kapasitas cadangan kemungkinan akan membuat pasar minyak tetap ketat dan harga bisa mencapai 125 dolar AS per barel pada awal kuartal kedua tahun ini, kata JP Morgan Global Equity Research.
Laporan: Redaksi