Sebuah pernyataan memperingatkan bahwa Prefektur Kyoto kini berada dalam kondisi keruntuhan sistem medis (medical collapse) di mana “nyawa yang seharusnya dapat ditolong tidak dapat diselamatkan.”
Jakarta (Indonesia Window) – Jepang mencatat lebih dari 6 juta kasus baru COVID-19 dalam sebulan terakhir, dengan lebih dari 200 kematian harian dilaporkan pada sembilan dari 11 hari hingga Kamis (18/8). Lonjakan kasus yang dipicu oleh gelombang ketujuh wabah ini kian membebani sistem kesehatan negara itu.
Jepang mencatat rekor kasus harian tertinggi 255.534 kasus baru COVID-19 pada Kamis (18/8), kali kedua jumlah kasus baru dalam satu hari melebihi angka 250.000 sejak pandemik melanda negara itu. Sebanyak 287 orang dilaporkan meninggal, sehingga total kematian menjadi 36.302.
Negeri Sakura melaporkan 1.395.301 kasus dalam sepekan dari 8 hingga 14 Agustus, mencatatkan rekor jumlah kasus baru tertinggi di dunia selama empat pekan berturut-turut, diikuti oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat, seperti dilansir media setempat Kyodo News mengutip pembaruan data virus corona pekanan terkini dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Banyak warga setempat yang mengalami infeksi ringan melakukan karantina di rumah, sedangkan mereka yang melaporkan gejala serius harus berjuang keras untuk dapat dirawat inap.
Menurut Kementerian Kesehatan Jepang, per 10 Agustus, lebih dari 1,54 juta orang yang terinfeksi di seluruh negara itu menjalani karantina mandiri di rumah, angka tertinggi sejak wabah COVID-19 merebak di Jepang.
Sementara itu, tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) rumah sakit di Jepang juga meningkat, menurut laporan lembaga penyiaran publik Jepang, NHK, yang mengutip statistik pemerintah bahwa per Senin (15/8), BOR pasien COVID-19 mencapai 91 persen di Prefektur Kanagawa; 80 persen di prefektur Okinawa, Aichi, dan Shiga; dan 70 persen di prefektur Fukuoka, Nagasaki, dan Shizuoka.
Pemerintah Metropolitan Tokyo pada Senin (15/8) mengumumkan bahwa BOR COVID-19 di wilayahnya mencapai sekitar 60 persen, yang tampaknya tidak terlalu serius. Namun, banyak tenaga kesehatan setempat tertular atau menjadi kontak dekat pasien COVID-19, sehingga menyebabkan kurangnya tenaga kesehatan.
Masataka Inokuchi, Wakil Ketua Asosiasi Medis Metropolitan Tokyo, pada Senin (15/8) mengungkapkan bahwa tingkat BOR COVID-19 di Tokyo sudah “mendekati batas maksimum.”
Selain itu, 14 institusi medis di Prefektur Kyoto, termasuk Rumah Sakit Universitas Kyoto, pada Senin (15/8) mengeluarkan pernyataan bersama yang menyebut bahwa pandemik telah mencapai tingkat yang sangat serius, dan tempat tidur untuk pasien COVID-19 di Prefektur Kyoto pada dasarnya penuh.
Pernyataan itu memperingatkan bahwa Prefektur Kyoto kini berada dalam kondisi keruntuhan sistem medis (medical collapse) di mana “nyawa yang seharusnya dapat ditolong tidak dapat diselamatkan.”
Pernyataan itu juga menyerukan agar masyarakat menghindari perjalanan yang nonesensial dan tidak bersifat darurat, serta terus waspada dan melakukan langkah pencegahan rutin. Pernyataan tersebut menambahkan pula bahwa infeksi virus corona baru “sama sekali bukan penyakit seperti flu biasa.”
Terlepas dari tingkat keparahan gelombang ketujuh dan melonjaknya jumlah kasus baru, pemerintah Jepang belum mengadopsi langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat.
Liburan Obon baru-baru ini juga mendatangkan arus besar wisatawan, yang menyebabkan lalu lintas di jalan raya padat, kereta cepat Shinkansen kembali dipenuhi penumpang, serta tingkat okupansi maskapai penerbangan domestik kembali ke sekitar 80 persen dari tingkat prapandemik COVID-19.
Sumber: Xinhua
Laporan: Redaksi