Penelitian Brookings Institution yang diterbitkan pada pekan lalu menyebutkan sekitar 16 juta warga AS berusia antara 18 hingga 65 tahun mengalami gejala COVID hingga lama setelah terinfeksi.
Jakarta (Indonesia Window) – COVID-19 yang berkepanjangan atau long COVID bertanggung jawab atas sekitar sepertiga dari pekerjaan yang tidak terisi di Amerika Serikat (AS), menurut sebuah laporan CNBC, mengutip penelitian dari Brookings Institution.
Penelitian Brookings Institution yang diterbitkan pada pekan lalu itu menyebutkan sekitar 16 juta warga AS berusia antara 18 hingga 65 tahun mengalami gejala COVID hingga lama setelah terinfeksi.
Kondisi yang disebut long COVID tersebut dapat mencakup kabut otak (brain fog), kelelahan, masalah pernapasan, nyeri otot, sakit kepala, nyeri dada, dan bahkan kecemasan atau depresi. Semua gejala tersebut dapat menyulitkan seseorang untuk bekerja, menurut laporan itu.
Penelitian itu memperkirakan bahwa 2 juta hingga 4 juta orang-orang tersebut saat ini kehilangan pekerjaan karena long COVID.
Data terbaru dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa terdapat 10,7 juta pekerjaan yang tidak terisi di AS. Pekerjaan yang hilang karena long COVID diperkirakan menyumbang sekitar sepertiga dari kelangkaan tenaga kerja yang terjadi di negara itu saat ini, demikian menurut laporan tersebut.
Long COVID
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (The Centers for Disease Control and Prevention/CDC) AS menyebutkan bahwa kondisi pasca-COVID menimbulkan berbagai masalah kesehatan baru, lagi, atau berkelanjutan yang dialami orang setelah pertama kali terinfeksi virus penyebab COVID-19.
Kebanyakan orang dengan COVID-19 menjadi lebih baik dalam beberapa hari hingga beberapa pekan setelah infeksi, sehingga setidaknya empat pekan setelah infeksi adalah awal saat kondisi pasca-COVID pertama kali dapat diidentifikasi.
Siapa pun yang terinfeksi dapat mengalami kondisi pasca-COVID. Kebanyakan orang dengan kondisi pasca-COVID mengalami gejala beberapa hari setelah infeksi SARS CoV-2, tetapi beberapa orang dengan kondisi pasca-COVID bahkan tidak menyadari ketika mereka pertama kali terinfeksi.
Tidak ada tes untuk mendiagnosis kondisi pasca-COVID, dan orang mungkin memiliki berbagai macam gejala yang bisa berasal dari masalah kesehatan lainnya. Hal ini dapat mempersulit penyedia layanan kesehatan untuk mengenali kondisi pasca-COVID.
Sumber: Xinhua
Laporan: Redaksi