“Sejak awal operasi militer khusus, total 2.265.057 orang, termasuk 356.884 anak-anak, telah (dievakuasi).”
Jakarta (Indonesia Window) – Sebanyak 2.265.057 orang, termasuk 356.884 anak-anak, telah dievakuasi dari daerah berbahaya Ukraina dan Republik Donbass ke Rusia sejak operasi militer khusus dimulai pada 24 Februari, kata Kolonel Jenderal Mikhail Mizintsev, Kepala Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Rusia, pada Sabtu (2/7).
“Dalam 24 jam terakhir, 29.252 orang, termasuk 3.922 anak-anak, telah dievakuasi ke Federasi Rusia dari daerah berbahaya di Republik Donbass dan Ukraina, tanpa partisipasi dari pihak berwenang Ukraina,” kata Mizintsev, yang mengepalai Markas Besar Koordinasi Gabungan Rusia.
“Sejak awal operasi militer khusus, total 2.265.057 orang, termasuk 356.884 anak-anak, telah (dievakuasi),” tambahnya.
Mizintsev mengatakan bahwa 351.225 kendaraan pribadi telah menyeberang ke Rusia, termasuk 4.702 dalam 24 jam terakhir.
Donbass
Sampai pertengahan abad ke-19, Donbass jarang penduduknya tetapi menjadi salah satu pusat terpenting industrialisasi Rusia karena cadangan batu baranya.
Wilayah Donbas adalah jantung industri yang sebagian besar penduduknya berbahasa Rusia, terletak di timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia.
Ukraina mengatakan pasukan Rusia memfokuskan upaya mereka untuk mengambil kendali penuh atas wilayah Donbas.
Hal ini penting untuk visi Rusia saat ini, karena Donbass berisi daerah-daerah yang dikendalikan oleh kelompok-kelompok separatis yang didukung Rusia, termasuk yang disebut sebagai Republik Rakyat Donetsk (Donetsk People’s Republic/DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (Luhansk People’s Republic/LPR). Kedua wilayah ini secara resmi diakui oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebelum operasi militer ke Ukraina.
Karena kedekatannya dengan Rusia, Donbas mungkin merupakan wilayah Ukraina di mana sentimen pro-Rusia atau anti-Ukraina terasa paling kuat. Gerakan-gerakan separatis yang didukung Moskow telah memerangi pasukan Ukraina selama delapan tahun terakhir di wilayah tersebut.
Kerusuhan pro-Rusia dan anti-pemerintah pertama kali terjadi di wilayah tersebut pada tahun 2014, setelah Revolution of Dignity atau Revolusi Martabat, yang akhirnya mengarah pada aneksasi Krimea oleh Rusia.
Republik yang memproklamirkan diri tersebut mengadakan referendum tentang status Donetsk dan Luhansk pada Mei 2014.
Referendum, yang dipandang ilegal oleh Ukraina dan tidak demokratis oleh komunitas internasional, menunjukkan bahwa sekitar 90 persen penduduk mendukung kemerdekaan dari Ukraina.
Sumber: TASS dengan pengayaan dari berbagai sumber
Laporan: Redaksi