Banner

Peneliti klimatologi usulkan pembentukan Komite Cuaca Ekstrem Indonesia

Seorang penjaga toko berjaga di depan tokonya pascahujan lebat dan meluapnya sebuah sungai di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada 12 Januari 2024. (Xinhua/Septianjar Muharam)

Komite Cuaca Ekstrem bertugas merumuskan program-program penting untuk edukasi publik, membangun simpul-simpul relawan yang efektif dan berdaya jangkau luas dengan engagement yang signifikan, serta secara aktif bekerja terus menerus dalam membangun kesadaran masyarakat.

 

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengusulkan agar pemerintah Indonesia membentuk Komite Cuaca Ekstrem.

Hal tersebut disampaikannya pada acara ‘Kajian Perubahan Iklim (2021-2050) Khusus Wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI)’, di Jakarta, Rabu (31/1), dikutip dari laman situs jejaring BRIN.

Sebelumnya dalam acara tersebut, Erma menjelaskan bahwa kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan, berdampak pada wilayah Sumatra bagian tengah dan selatan.

Kekeringan ekstrem di masa mendatang juga berdampak pada wilayah Kalimantan bagian tengah, timur dan selatan (termasuk Ibu Kota Nusantara/IKN). Sedangkan Kalimantan bagian barat diproyeksikan mengalami hari-hari yang lebih basah, jelasnya.

Banner

“Untuk Pulau Jawa, sebagian besar wilayah terancam mengalami suhu maksimum yang lebih tinggi dan suhu minimum yang lebih rendah khususnya untuk pantura (pantai utara) Jawa Timur,” sebut Erma.

Menurutnya, kolaborasi yang erat dari hulu ke hilir antara BRIN, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Pemerintah Daerah, relawan dan media massa, dalam sebuah forum bersama atau komite sudah saatnya dibangun sebagai bagian dari langkah strategi nasional dalam melaksanakan mitigasi dan antisipasi dampak cuaca ekstrem yang semakin meluas akibat perubahan iklim.

“Di luar negeri, kita dapat mencontoh negara-negara federal di Amerika Serikat yang memiliki Komite Khusus Cuaca Esktrem beranggotakan ilmuwan, prakirawan, politisi yang merupakan wakil pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat, serta menggandeng media, LSM dan relawan,” jelasnya.

Erma menyebutkan bahwa komite ini bisa dibuat dalam sebuah program strategis nasional yang dinamakan Bangsa Siaga Cuaca atau Weather-Ready Nation (WRN) yang sebenarnya juga diinisiasi oleh badan cuaca dunia yaitu World Meteorological Organization (WMO). Tujuan utama WRN tak sekadar memperkuat hilirisasi informasi peringatan dini cuaca ekstrem semata, tapi juga melakukan edukasi secara intensif dan meluas kepada publik.

Melalui komite tersebut juga dapat dirumuskan program-program penting untuk edukasi publik, membangun simpul-simpul relawan yang efektif dan berdaya jangkau luas dengan engagement yang signifikan, serta secara aktif bekerja terus menerus dalam membangun kesadaran masyarakat, terangnya.

“Penting untuk dipahami, berbeda dengan jenis bencana alam lain seperti gempa dan tsunami, cuaca ekstrem adalah jenis bencana alam yang paling dinamis dan paling sering terjadi sehingga butuh terus-menerus untuk keep up to date. Bahkan informasi prediksi cuaca ekstrem pun harus terus-menerus diperbarui idealnya dua kali dalam sehari, mengikuti dinamika cuaca yang berubah-ubah setiap waktu,” ungkapnya.

Banner

Menurutnya, tantangan terbesar keilmuan meteorologi dan klimatologi adalah menghasilkan model prediksi hujan yang akurat untuk wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI). Oleh karena itu, semua bentuk studi dari hulu ke hilir yang berkaitan dengan meteorologi dan klimatologi sama-sama memiliki tujuan akhir agar dapat menghasilkan prediksi cuaca ekstrem yang lebih baik.

“Menyongsong Indonesia emas 2045 dan dalam rangka mencapai target menjaga suhu bumi tidak melampaui 1,5 derajat Celcius pada 2050, di bagian hulu, Indonesia harus segera menguasai teknologi prediksi cuaca dan iklim. Informasi-informasi prediksi cuaca di Indonesia sudah saatnya dihasilkan dari kemampuan periset-periset handal bangsa ini dalam menghasilkan data-data prediksi resolusi tinggi dan akurat untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana terkait cuaca ekstrem di Indonesia,” pungkas Erma.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner

Iklan