Banner

WHO: Penyakit mematikan iringi kekeringan di Somalia

Petugas memeriksa kesehatan bayi berusia tujuh bulan karena kekurangan gizi akibat kekeringan parah di Somalia. (UNICEF/Sebastian Rich)

Penyakit mematikan yang mengikuti kelaparan dan kekeringan saat masyarakat di Somalia menderita kekurangan gizi menyebabkan lebih banyak kematian daripada kelaparan itu sendiri.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan munculnya penyakit mematikan dan kekurangan gizi yang menimpa di Somalia karena kekeringan.

Dalam wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency baru-baru ini, Mamunur Rahman Malik, perwakilan WHO di Somalia, mengatakan beberapa daerah di negara Afrika itu sudah mengalami situasi seperti kelaparan. 

Dia mendesak pemerintah untuk mengalihkan fokusnya untuk bekerja memberikan dukungan penyelamatan kepada penduduk yang rentan.

Perwakilan WHO mengatakan konsekuensi kesehatan dari kekeringan Somalia sangat mengkhawatirkan, memperingatkan bahwa lebih banyak orang mungkin meninggal karena penyakit daripada kelaparan.

Kekeringan diyakini telah melanda 50 persen dari populasi Somalia karena lebih dari 7 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Musim kemarau juga telah menggusur hampir satu juta orang yang mayoritas dari mereka adalah anak-anak dan wanita.

penyakit mematikan di somalia
Kekeringan parah di Somalia. (FAO)

“Jika kita tidak memprioritaskan kesehatan dalam hal perluasan akses ke perawatan kesehatan darurat dan dukungan penyelamatan jiwa, orang-orang pada akhirnya akan mati karena penyakit,” katanya.

Perwakilan WHO mengatakan bahwa penyakit yang mengiringi kelaparan dan kekeringan saat rakyat Somalia menderita kekurangan gizi menyebabkan lebih banyak kematian daripada kelaparan itu sendiri.

“Oleh karena itu, kita harus melindungi kesehatan orang-orang yang rentan ini untuk menyelamatkan hidup mereka dari penyebab yang sebagian besar dapat dicegah. Kami melihat tingginya jumlah kasus kolera, penyakit diare akut, pneumonia dan kasus campak di antara orang-orang yang rentan ini yang terkena dampak kekeringan,” kata Malik kepada Anadolu Agency.

Situasi memburuk

Karena kekeringan saat ini, situasi kesehatan di negara Tanduk Afrika itu memburuk dengan cepat. 

PBB dan organisasi kemanusiaan internasional lainnya berusaha membantu sekitar 7,7 juta – hampir 50 persen dari populasi yang secara langsung atau tidak langsung terkena dampak kekeringan.

Perwakilan WHO mengatakan mereka menyaksikan peningkatan kasus kolera. Sejauh ini, 4.887 kasus dugaan kolera dengan 16 kematian terkait telah dilaporkan dari 21 kabupaten yang terkena dampak kekeringan.

Dari 4.887 kasus dugaan kolera, 62,4 persen adalah anak-anak di bawah usia lima tahun.

“Wilayah yang paling banyak melaporkan kasus kolera sejauh ini adalah Banadir dengan 2.132 kasus, Bay dengan 1.662 kasus, dan Lower Shabelle dengan 557 kasus,” kata Malik.

Selain kolera, wilayah ini juga menjadi saksi lonjakan penyakit diare. Sejauh ini sejak Januari, total 29.273 kasus penyakit diare akut telah dilaporkan dari kabupaten yang terkena dampak kekeringan. Dari kasus ini, 69 persen adalah anak-anak di bawah usia lima tahun.

Malik mengatakan kasus terduga campak juga meningkat pada 2022 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Dia mengatakan jumlah kasus baru dugaan campak meningkat 15 persen dalam dua pekan terakhir tahun 2022.

Daerah yang melaporkan kasus terbanyak adalah Bay Mudug dan Banadir.

Langkah-langkah yang harus diambil untuk menghindari kelaparan, menurutnya adalah meningkatkan dan memperluas akses ke layanan kesehatan darurat dan juga memastikan bahwa puskesmas memiliki perawat yang tepat, dan dilengkapi dengan jenis obat yang memadai.

“Kita harus memantau jika terjadi kematian berlebih karena ini adalah indikator paling pasti dari ancaman kelaparan yang mengancam”, katanya.

Malik mengatakan WHO telah mengerahkan lebih dari 2.500 petugas kesehatan masyarakat untuk mendukung intervensi kesehatan berbasis masyarakat dan penyelamatan hidup dengan mendistribusikan suplementasi mikronutrien dan merawat anak-anak yang sakit di keluarga yang tidak dapat mengunjungi pusat kesehatan. 

Sumber: Anadolu Agency

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan