Pemilih muda AS mengekspresikan pandangan yang sangat negatif tentang keadaan negara mereka saat ini, dengan masalah inflasi, akses aborsi, dan keadilan rasial menjadi sebagian kekhawatiran utama bagi para pemilih dari Generasi Z nonkulit putih.
New York City, AS (Xinhua) – Masalah inflasi, akses aborsi, dan keadilan rasial menjadi sebagian kekhawatiran utama bagi para pemilih dari Generasi Z nonkulit putih di Amerika Serikat (AS), menurut laporan sejumlah organisasi terkemuka yang berfokus pada isu keadilan rasial yang dirilis pekan lalu.
Berfokus pada pemilih di negara-negara bagian yang menjadi medan pertarungan utama, yaitu Michigan, Florida, Georgia, dan Virginia, laporan itu menemukan bahwa 87 persen pemilih meyakini bahwa aborsi harus dilindungi secara hukum. Separuh responden meyakini mereka dapat secara positif mengubah akses aborsi dan kondisi perekonomian melalui pemungutan suara.
Secara keseluruhan, 40 persen responden Gen Z mengatakan mereka percaya suara mereka memiliki kekuatan untuk menciptakan reformasi kepolisian dan 52 persen pemilih meyakini suara mereka memiliki banyak atau sejumlah kekuatan untuk membuat perubahan pada akses aborsi. Sementara itu, 49 persen percaya suara mereka memiliki kekuatan untuk membuat perubahan pada perekonomian.
Namun demikian, para pemilih muda mengekspresikan pandangan yang sangat negatif tentang keadaan negara saat ini. Mereka merasa “berkecil hati”, “tidak ada harapan”, “pesimistis”, dan “takut” tentang apa yang terjadi di negara tersebut, ungkap The Hill dalam laporan hasil surveinya.
Advancement Project, NAACP, UnidosUs, National Congress of American Indians, dan Asian & Pacific Islander American Health Forum masing-masing melakukan survei di komunitas mereka untuk terhubung langsung dengan calon pemilih, memahami nilai dan prioritas mereka, dan menentukan apa yang diperlukan untuk mendorong para pemilih agar memberikan suara mereka.
Kekhawatiran Gen Z
Hasil survei ‘Wawasan Senjata dan Budaya pada Generasi Z’ (Gen Z Gun and Culture Insights) yang dirilis pada 28 September lalu menyebutkan bahwa sebanyak 30 persen kalangan remaja dan dewasa muda di Amerika Serikat pernah mengalami sendiri kekerasan bersenjata dan seperempat lainnya (24 persen) memiliki teman atau anggota keluarga yang pernah mengalami hal tersebut.
Lebih dari seperempat (28 persen) mengatakan bahwa mereka sendiri atau teman atau anggota keluarga pernah ditembak, dan di kalangan anak muda kulit hitam dan Latin, lebih dari 60 persen memiliki pengalaman pribadi dengan kekerasan bersenjata atau mengetahui seseorang yang memiliki pengalaman serupa, kata survei itu.
“Generasi Z menempatkan kekerasan bersenjata sebagai masalah yang lebih besar dibandingkan perubahan iklim atau akses aborsi,” urai survei yang dilakukan Global Strategy Group dan menyurvei 1.000 warga AS berusia 13 hingga 25 tahun.
“Mayoritas kalangan muda memercayai mitos bahwa memiliki senjata membuat mereka lebih aman, dan mitos itu memicu kenaikan tingkat kepemilikan senjata api, dan lebih lanjut lagi, kematian akibat senjata api, di seluruh negara tersebut,” ujar Nina Vinik, pendiri sekaligus direktur eksekutif Project Unloaded, sebuah organisasi yang mengubah narasi budaya soal kekerasan bersenjata api dan keselamatan terkait senjata api.
“Kendati demikian, masih ada alasan untuk bisa berharap. Ketika dihadapkan dengan fakta tentang risiko penggunaan senjata, kaum muda di semua kelompok demografis mengubah pandangan mereka tentang menganggap senjata sebagai alat perlindungan. Penelitian itu menunjukkan bahwa masih mungkin mengubah budaya seputar senjata api, dan itu akan menyelamatkan nyawa,” imbuh Vinik.
Laporan: Redaksi