Inflasi pangan tahunan kini mencapai 8,8 persen di Amerika Serikat (AS) dan zona euro, naik dari rata-rata 1,6 persen pada dekade sebelum pandemik.
Jakarta (Indonesia Window) – Laju kenaikan harga pangan dipandang penting tidak hanya karena berdampak langsung pada anggaran rumah tangga, terutama bagi mereka yang berada di level bawah distribusi pendapatan, tetapi juga karena perubahan harga pangan yang kasatmata dapat turut membentuk ekspektasi publik terhadap inflasi AS dan Eropa, yang dengan sendirinya dapat berkontribusi pada inflasi yang lebih tinggi, urai laporan MarketWatch pada Rabu (3/8).
Inflasi pangan tahunan kini mencapai 8,8 persen di AS dan zona Eropa, naik dari rata-rata 1,6 persen pada dekade sebelum pandemik, lanjut laporan tersebut.
Harga pangan mulai meningkat pada pertengahan 2021, karena biaya distribusi yang lebih tinggi, kekurangan tenaga kerja, kenaikan harga komoditas, dan kelangkaan terus-menerus yang memengaruhi sektor ini.
Pada 2022, tren ini diperburuk oleh perang di Ukraina, dengan inflasi pangan meningkat di negara-negara berkembang terlebih dahulu dan belum lama ini di perekonomian maju, menurut laporan itu.
“Diperbandingkan dengan standar historis, peningkatan inflasi pangan yang lebih besar terjadi di negara-negara maju,” kata laporan itu, menyebut bahwa sebagian besar kenaikan harga komoditas pangan diteruskan ke harga eceran di banyak negara di seluruh dunia.
Meski inflasi pangan menunjukkan penurunan dalam data terbaru untuk emerging economy, angkanya tetap sangat tinggi untuk AS dan zona euro, dengan peningkatan terus berlanjut pada level lebih dari 1 persen per bulan, imbuh laporan itu.
“Salah satu alasan mengapa inflasi pangan lebih persisten di negara maju mungkin adalah karena berlanjutnya gangguan pasokan dan kelangkaan produk pangan yang dimulai dengan terjadinya pandemik,” tambahnya.
Sumber: Xinhua
Laporan: Redaksi