Industrialisasi dan ‘blue economy’ jadi jalan Indonesia kembali sebagai negara ‘upper middle income’
Industri manufaktur sangat penting karena akan menstimulasi peningkatan produktivitas dan menciptakan sumber daya manusia yang terampil.
Jakarta (Indonesia Window) – Pada tahun 2019, Indonesia sempat masuk dalam kategori negara upper middle income (pendapatan menengah atas). Namun, krisis Covid-19 pada tahun 2020 menyebabkan Indonesia kembali ke kategori negara lower middle income (pendapatan menengah bawah).
Meskipun demikian, resiliensi ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan. Jika dibandingkan dengan krisis ekonomi tahun 1998, di mana Indonesia memerlukan empat tahun untuk kembali ke posisi semula, saat ini Indonesia hanya memerlukan waktu tiga tahun untuk pulih dari dampak krisis Covid-19. Kondisi ini membuktikan bahwa makroekonomi Indonesia dalam keadaan baik.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas), Amalia Adininggar Widyasanti, pada Annual Conference on Indonesia Economic Development (ACIED) 2024 yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Asian Development Bank Institute (ADBI) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (30/7).
Amalia menyatakan bahwa untuk keluar dari kategori negara lower middle income menjadi upper middle income, diperlukan transformasi ekonomi yang signifikan. “Pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen tidak akan cukup untuk membuat Indonesia keluar dari kategori pendapatan saat ini. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus lebih cepat, yaitu mencapai enam persen,” ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini adalah momentum bagi Indonesia untuk mewujudkan target tersebut. Indonesia sedang mengalami bonus demografi dan memiliki tujuan pembangunan jangka panjang yang dituangkan dalam target Indonesia Emas 2045. Bonus demografi ini merupakan modal penting untuk industrialisasi.
Industrialisasi dipandang sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan Indonesia. Amalia menjelaskan bahwa industri manufaktur dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Saat ini, Indonesia menghadapi masalah besar dalam produktivitas. Kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurun. Oleh karena itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kembali sektor ini.
“Bagi Indonesia, industri manufaktur sangat penting karena akan menstimulasi peningkatan produktivitas dan menciptakan sumber daya manusia yang terampil. Permasalahan Indonesia adalah tren industri ini menurun sebelum kita mencapai kategori upper middle income. Oleh karena itu, industri ini harus menjadi prioritas jika Indonesia ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Amalia.
Selain industrialisasi, Amalia menyatakan bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Indonesia juga akan mengembangkan blue economy atau ekonomi berbasis laut. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai tambah dari sumber daya lautan.
Dia mencontohkan bahwa banyak hasil laut yang dapat diolah menjadi produk turunan yang memiliki nilai tinggi. “Contohnya, produk kolagen yang berasal dari teripang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat populer,” ujar Amalia.
Pengembangan blue economy ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk itu, riset sangat diperlukan untuk pengembangan blue economy. Industri diharapkan dapat mengaplikasikan riset dan mengkomersialkannya, sehingga dapat meningkatkan daya saing industri Indonesia.
Laporan: Redaksi