Banner

Indonesia harap kontribusi industri halal dalam perekonomian nasional

Dialog Halal Internasional ke-4 tahun 2022 dengan tema ‘Akselerasi Sertifikasi Halal guna Mendukung Pemulihan Ekonomi’, digelar di Jakarta, Jumat (7/10/2022). (BI)

Konsep halal tidak hanya terbatas pada makanan, melainkan juga berlaku untuk kebutuhan hidup sehari-hari, yang ditujukan bagi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia, sehingga sangat relevan dengan semua pihak baik Muslim dan non-Muslim.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas, menyampaikan Indonesia menaruh harapan besar pada kemajuan industri halal di Tanah Air guna memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.

Yaqut menyampaikan harapan tersebut dalam sambutannya pada pembukaan Dialog Halal Internasional ke-4 tahun 2022 dengan tema Akselerasi Sertifikasi Halal guna Mendukung Pemulihan Ekonomi, di Jakarta, Jumat.

Menurut menag, hal ini sejalan dengan upaya membuat Indonesia memiliki peran yang semakin signifikan di kancah internasional khususnya industri makanan dan minuman halal.

Untuk itu, pemerintah telah melakukan berbagai langkah strategis termasuk menyederhanakan proses sertifikasi halal yang semula memerlukan waktu lebih dari tiga bulan kini hanya maksimal dua puluh satu hari.

Kemudahan lainnya adalah sertifikasi melalui self-declare di mana pelaku usaha dapat menyatakan sendiri bahwa produknya halal dengan tata cara dan persyaratan yang harus dipenuhi, jelas Yaqut.

Melalui berbagai regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut diharapkan dapat mendukung dan memperkuat tumbuhnya ekosistem dan industri halal di Indonesia, imbuhnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Arief Hartawan, mengatakan bahwa  ada empat strategi untuk memperkuat ekosistem industri halal nasional dalam mewujudkan Indonesia menjadi produsen halal terbesar dunia.

Pertama, mempercepat sertifikasi halal khususnya pada rumah potong hewan dan unggas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh IPB (Institut Pertanian Bogor) dan KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah), 85 persen rumah potong hewan dan unggas di Indonesia belum memiliki sertifikasi halal.

Kedua, merumuskan model bisnis industri halal.

Ketiga, mengembangkan halal traceability (ketertelusuran) dalam proses produksi.

Keempat, membangun kerja sama antarlembaga sesuai dengan perannya masing-masing dalam sertifikasi halal.

Konsep halal tidak hanya terbatas pada makanan, melainkan juga berlaku untuk kebutuhan hidup sehari-hari, kata Arief seraya menambahkan, sesuatu yang halal merupakan gaya hidup yang ditujukan bagi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia, sehingga sangat relevan dengan semua pihak baik Muslim dan non-Muslim.

Hal ini mencakup beberapa produk yang sering digunakan dalam keseharian seperti makanan, minuman, obat, kosmetik, produk biologi, dan produk kimia yang dapat memperoleh sertifikasi halal apabila proses produksi telah sesuai dengan tata cara pengolahan produk halal, terangnya.

Oleh karena itu, membangun sertifikasi halal memerlukan sebuah ekosistem halal. Pemerintah bersama para pemangku kepentingan terkait perlu memastikan halal supply chain (rantai pasokan halal) tersedia dari hulu hingga hilir.

Hal tersebut memerlukan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak baik pemerintah maupun pelaku usaha guna mewujudkan Indonesia sebagai produsen halal terbesar di dunia, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar untuk perekonomian nasional.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan