Banner

Indonesia bangun 48 “smelter”, tingkatkan nilai tambah nikel

Ilustrasi. Pemerintah Indonesia tengah membangun 48 smelter atau fasilitas pemurnian nikel guna meningkatkan nilai tambah barang tambang tersebut. (Photo by Anton Darius on Unsplash)

Jakarta (Indonesia Window) – Pemerintah tengah membangun 48 smelter atau fasilitas pemurnian nikel guna meningkatkan nilai tambah barang tambang tersebut.

“Kewajiban industri pertambangan adalah membangun proses hilirisasi, sehingga wajib membangun smelter,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam pernyataan yang dikutip dari situs jejaring kementerian pada Selasa.

Hilirisasi sektor mineral dan batubara (minerba) diamanatkan dalam UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menurut menteri, pembangunan 48 smelter tersebut diharapkan selesai dan dapat beroperasi pada 2024.

“Sedangkang full capacity dapat dilakukan 2-3 tahun setelah beroperasi,” kata Arifin.

Banner

Proyek pembangunan 48 smelter nikel itu berada di Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara.

Dari jumlah tersebut, 11 smelter sudah beroperasi, sementara 19 lainnya sedang dalam tahap pembangunan.

Arifin menerangkan, khusus untuk smelter nikel berkadar rendah akan menghasilkan produk MHP (mixed hydroxide precipitate), yakni prekursor yang digunakan untuk memproduksi baterai.

Dia menambahkan, hilirisasi nikel diharapkan tidak hanya akan meningkatkan nilai tambah mineral tersebut, tapi juga menyerap tenaga kerja Indonesia.

Kadar

Salah satu proses yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah, khususnya bijih nikel berkadar rendah, adalah dengan proses hidrometalurgi.

Banner

Proses tersebut dapat mengolah bijih nikel berkadar rendah menjadi logam nikel murni.

Menteri ESDM menjelaskan, sebelum ada larangan ekspor bijih nikel, pemerintah kesulitan mengendalikan kadar nikel yang diekspor.

“Ke depan, nikel jenis limonit (mengandung banyak bijih oksida) akan diproses dengan metode hidrometalurgi, sedangkan yang berkadar lebih besar dari 1,8 persen bisa dicampur dengan yang rendah,” jelas Arifin.

Menteri mengatakan, Indonesia memiliki cadangan nikel sebanyak 21 juta ton yang bisa bertahan lebih dari 30 tahun.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner

Iklan