Jakarta (Indonesia Window) – Meski Indonesia adalah pasar produk halal terbesar di dunia karena memiliki populasi Muslim lebih dari 87,18 persen dari total penduduk atau 232,5 juta jiwa, sektor industri halal dalam negeri belum diisi oleh para pemain lokal.
Rencana Induk Ekonomi Islam Indonesia 2019-2024 menyebutkan bahwa sebagian besar produk halal dalam negeri masih diimpor guna memenuhi permintaan domestik yang besar.
Akibatnya, impor produk halal secara tidak langsung mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia yang kini terus mengalami defisit.
Hal tersebut berarti bahwa pengembangan industri halal dari sisi produksi guna menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan Syariah dapat menekan defisit neraca perdagangan.
Secara keseluruhan, konsumsi industri halal di Indonesia pada tahun 2017 mencapai lebih dari 200 miliar dolar AS (sekitar Rp 2.805 triliun) atau lebih dari 36 persen dari total Konsumsi Rumah Tangga dan Keuntungan Non-Lembaga.
Angka ini juga mencapai lebih dari 20 persen dari total PDB Indonesia.
Dari pengeluaran sebanyak 200 miliar dolar AS tersebut, sebanyak 169,7 miliar dolar AS atau 84,85 persen berasal dari konsumsi makanan halal. Namun demikian, Indonesia belum berada di posisi 10 besar dalam peringkat Indeks Ekonomi Islam Global (GIEI) untuk produksi makanan halal sejak 2014.
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah produksi industri halal di Indonesia adalah dengan mewajibkan produk-produk tertentu memperoleh sertifikasi halal yang diatur dalam UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Laporan: Redaksi