Banner

Pemerintah tetapkan Idul Adha 1444 H jatuh pada 29 Juni 2023

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi (tengah) memimpin sidang isbat (penetapan) awal Dzulhijjah, di Jakarta, Ahad (18/6/2023). (Kementerian Agama RI)

Idul Adha 1444 Hijriah jatuh pada 29 Juni 2023, berdasarkan pemantaunan hilal di 99 titik, di 34 provinsi seluruh Indonesia.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Kementerian Agama (Kemenag) RI menetapkan 1 Dzulhijjah 1444 Hijriah jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023, sehingga Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah akan bertepatan pada Kamis, 29 Juni 2023.

“Sidang isbat telah mengambil kesepakatan bahwa tanggal 1 Dzulhijjah tahun 1444 Hijriah ditetapkan jatuh pada Selasa, tanggal 20 Juni 2023” tutur Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi usai memimpin Sidang Isbat (penetapan) Awal Dzulhijjah, di Jakarta, Ahad (18/6).

“Dengan demikian Hari Raya Idul Adha 1444 H jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023,” lanjutnya.

Menurut Wamenag Zainut Tauhid, sidang menyepakati keputusan tersebut karena dua hal. “Pertama, kita telah mendengar laporan Direktur Urusan Agama Islam (Urais) bahwa ketinggian hilal di seluruh Indonesia sudah berada di atas ufuk, namun masih berada di bawah kriteria imkanur rukyat (mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal) yang ditetapkan MABIMS,” terangnya.

Banner

Sebelumnya, Direktur Urais Kemenag Adib melaporkan bahwa berdasarkan data yang dihimpun Tim Hisab Rukyat Kemenag, bahwa ketinggian hilal (bulan sabit yang menandakan awal bulan dalam kalender Hijriah) di seluruh wilayah Indonesia di atas ufuk berkisar antara 0° 11,78’ (nol derajat sebelas koma tujuh puluh delapan menit) sampai 2° 21,57’ (dua derajat dua puluh satu koma lima puluh tujuh derajat menit). Sementara itu, sudut elongasi antara 4,39° (empat koma tiga puluh sembilan derajat) sampai 4,93° (empat koma sembilan puluh tiga derajat).

“Dengan parameter-parameter ini, maka posisi hilal di Indonesia saat ini belum memenuhi Kriteria Baru MABIMS (Menteri Agama Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura),” papar Zainut Tauhid.

Kriteria baru MABIMS menetapkan bahwa secara astronomis hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.

Kedua, Kemenag telah melaksanakan pemantauan kemunculan bulan baru atau rukyatul hilal pada 99 titik di Indonesia. “Dari 34 provinsi yang telah kita tempatkan pemantau hilal, tidak ada satu pun dari mereka yang menyaksikan hilal,” kata Zainut Tauhid.

Sidang isbat awal Dzulhijjah 1444 Hijriah yang digelar di Auditorium HM Rasjidi Kantor Kemenag ini dihadiri perwakilan Mahkamah Agung, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), serta sejumlah duta besar negara sahabat.

Hadir juga perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), planetarium, Pakar Falak dari ormas-ormas Islam, lembaga dan instansi terkait, serta pondok pesantren.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan