Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Kamis (27/1) atau Jumat pagi WIB, setelah minyak mentah Brent mencapai level tertinggi tujuh tahun di atas 90 dolar AS per barel, karena pasar menyeimbangkan kekhawatiran tentang ketatnya pasokan di seluruh dunia dengan ekspektasi bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan segera memperketat kebijakan moneter.

Patokan global, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret terpangkas 62 sen menjadi menetap di 89,34 dolar AS per barel.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret ditutup 74 sen lebih rendah pada 86,61 dolar AS per barel.

Kedua kontrak acuan minyak mentah diperdagangkan dalam sesi yang bergejolak dengan kedua kontrak bergerak antara wilayah positif dan negatif.

Harga minyak telah melonjak pada Rabu (26/1), dengan Brent naik di atas 90 dolar AS per barel untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun di tengah ketegangan antara Rusia dan Barat. Ancaman terhadap Uni Emirat Arab dari gerakan Houthi Yaman telah menambah kegelisahan pasar minyak.

Rusia, produsen minyak terbesar kedua di dunia, dan Barat telah berselisih mengenai Ukraina, memicu kekhawatiran bahwa pasokan energi ke Eropa dapat terganggu, meskipun kekhawatiran difokuskan pada pasokan gas daripada minyak mentah.

Rusia mengatakan jelas bahwa Amerika Serikat tidak bersedia untuk mengatasi masalah keamanan utama Moskow dalam kebuntuan mereka atas Ukraina, tetapi tetap membuka pintu untuk dialog.

Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Politik Victoria Nuland mengatakan AS berharap Rusia akan mempelajari apa yang telah ditawarkan Washington dan kembali ke meja perundingan.

“Pasar sangat tidak menentu di tengah berita utama tentang situasi Rusia-Ukraina,” kata Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn. “Ada ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi.”

Membebani harga, The Fed mengatakan pada Rabu (26/1) kemungkinan akan menaikkan suku bunga pada Maret dan berencana untuk mengakhiri pembelian obligasi bulan itu untuk menjinakkan inflasi.

Dolar AS naik setelah pengumuman tersebut, membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain. Pada Kamis (27/1), indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang perdagangan utama lainnya naik ke level tertinggi sejak Juli 2021.

“Kemerosotan harga yang lebih jelas sedang dicegah oleh krisis Ukraina, karena masih ada kekhawatiran bahwa pengiriman minyak dan gas Rusia dapat terhambat jika terjadi eskalasi militer,” kata Commerzbank setelah penurunan harga pagi.

Pasar mulai mengalihkan perhatiannya ke pertemuan 2 Februari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.

OPEC+ kemungkinan akan tetap dengan rencana kenaikan target produksi minyaknya untuk Maret, beberapa sumber dalam kelompok itu mengatakan kepada Reuters.

OPEC+ telah menaikkan target produksinya setiap bulan sejak Agustus sebesar 400.000 barel per hari (bph) ketika melepaskan rekor pengurangan produksi yang dibuat pada tahun 2020.

Namun, kelompok tersebut menghadapi kendala kapasitas yang menghalangi beberapa anggota untuk berproduksi pada tingkat kuota mereka.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan