Booster Covid-19 belum disuntikkan pada 49,9 persen dari total populasi yang memenuhi syarat booster di Amerika Serikat, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Jakarta (Indonesia Window) – Hanya separuh dari orang dewasa yang memenuhi syarat untuk suntikan penguat (booster) di Amerika Serikat (AS) yang telah mendapatkan suntikan booster COVID-19, dan hanya 34 persen orang dewasa berusia 50 tahun ke atas yang telah mendapatkan booster kedua, demikian menurut data terbaru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) AS.
Sekitar 77 persen orang dewasa berusia 18 tahun ke atas telah mendapatkan rangkaian vaksinasi primer pada saat ini. Namun, 49,9 persen dari total populasi yang memenuhi syarat booster belum mendapatkan dosis booster, ungkap sebuah laporan CDC yang dipublikasikan pada Jumat (26/8).
Secara keseluruhan, sekitar 262,6 juta orang, atau 79,1 persen dari total populasi AS, telah mendapatkan setidaknya satu dosis vaksin. Sementara sekitar 223,9 juta orang, atau 67,4 persen dari total populasi AS, telah divaksinasi lengkap, papar data CDC.
Efektivitas vaksin dapat menurun seiring waktu, tetapi booster memulihkan perlindungan, termasuk terhadap penyakit serius, kata CDC AS.
COVID Data Tracker CDC menunjukkan bahwa pada Juni 2022, orang berusia 50 tahun ke atas yang telah mendapatkan dua dosis booster 14 kali lebih kecil kemungkinannya meninggal karena COVID-19 dibandingkan orang yang belum divaksinasi pada usia yang sama, dan tiga kali lebih kecil kemungkinannya meninggal daripada orang pada usia yang sama yang telah divaksinasi dengan setidaknya satu booster.
Sebelumnya, laporan CNN pada Senin (22/8) menyebutkan bahwa keraguan akan vaksin meningkat di AS, yang dipicu oleh misinformasi di media sosial.
Laporan CNN juga menyatakan bahwa 19 persen warga AS menolak vaksin COVID-19 apa pun, walaupun penyakit yang menyerang pernapasan ini diperkirakan akan kembali merebak pada musim gugur tahun ini, sehingga membebani sistem kesehatan masyarakat di negara itu yang sebagian besar bergantung pada vaksin untuk mengatasinya.
Sumber: Xinhua
Laporan: Redaksi