Kebencian terhadap Islam sudah dimulai sejak dimulainya dakwah Rasulullah ﷺ, dengan kehidupan Umat Islam terancam di beberapa negara Barat, begitu juga di Timur.
Jakarta (Indonesia Window) – Ketakutan dan kebencian terhadap Islam ibarat pasang laut yang terkadang naik dan terkadang surut. Sejak akhir abad ke-20 terjadi gelombang baru yang dikenal dengan istilah islamophobia. Kaum muslimin dituduh sebagai kelompok ektremis, sumber kekerasan dan terorisme.
“Ketakutan dan kebencian terhadap Islam sudah dimulai sejak dimulainya dakwah Rasulullah ﷺ,” kata DR Elly Warti Maliki, pembicara dari Jeddah, Arab Saudi, dalam seminar internasional ‘The Faces of Islam’, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, kehidupan Umat Islam terancam di beberapa negara Barat, begitu juga di Timur. Mereka tidak diberikan hak untuk melakukan ibadah dan membangun masjid. Wanita muslimah dilarang mengenakan jilbab dan berbagai larangan lainnya. Lebih dari itu Umat Islam dibunuh dengan cara tak manusiawi.
Ketakutan dan kebencian Barat terhadap Islam telah melahirkan ketakutan dan kebencian yang sama di kalangan kaum Muslimin. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, tidak hanya di negara-negara dengan minoritas beragama Islam, fenomena ketakutan tak beralasan terhadap Islam juga menyebar di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia.
DR Syeikh Salim Alwan Al-Hasani dari Australia mengatakan islamophobia itu ada yang merancang, dimotivasi oleh permusuhan institusional, ideologis, politik dan agama yang melampaui rasisme struktural dan budaya dan menargetkan simbol dan penanda terhadap Muslim dan agama Islam.
Dikatakannya, islamophobia dibuat oleh oleh musuh-musuh Islam yang ditujukan untuk mengaburkan makna dakwah dan jihad dalam Islam.
“Padahal dalam sejarah perkembangan Islam, dakwah dan jihad itu sendiri membawa rahmat, kasih sayang dan kedamaian bagi orang-orang kafir juga,” kata ulama kelahiran Beirut, Lebanon, itu.
Budaya toleransi Islam menciptakan sistem dan hukum demikian canggih. Namun, musuh-musuh Islam menolak sistem dan hukum tersebut. Selain itu, ketika mereka mengetahui bahwa aturan Islam berlaku untuk semua masyarakat dan sepanjang waktu dan di mana pun, mereka mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Jadi apa yang cocok bagi mereka dan persekutuan mereka, mereka terapkan, dan apa yang baik bagi umat Islam, mereka meminta hak veto. Sesungguhnya panggilan akan hak-hak tersebut, awalnya milik budaya Islam yang didasarkan pada toleransi,” katanya.
Perlu dicatat, menurut dia, bahwa penyebaran ajaran Islam dilakukan secara damai seperti yang terjadi di negara-negara di Asia Tenggara.
Islam bukan hanya agama ibadah tetapi juga agama pengetahuan, pekerjaan, tindakan, dan cara memperlakukan satu sama lain. Hal tersebut membuat Islam memurnikan jiwa dan roh, dan juga menghilangkan semua perbedaan kelas antara orang-orang kecuali dengan kesalehan.
“Allah Sang Pencipta telah memberi tahu makhluk-Nya dan menjelaskan kepada mereka fakta ini melalui ayat-ayat Al-Qur’an bahwa tidak ada perbedaan antara manusia dalam Islam, baik antarkelas, golongan maupun ras,” kata Syekh Alsayyud Tahir dari Arab Saudi.
Milad BKMT
Untuk menandai hari ulang tahunnya (milad) ke-42, BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim) yang bekerja sama dengan Universitas Islam As-syafiyah menyelenggarakan Seminar Internasional bertema ‘The Faces of Islam’ dengan menghadirkan pembicara antara lain DR Elly Warti Maliki dari Arab Saudi, Syekh Salim Olwan dari Australia, DR Mohammad Lamatt dari Mauritania, DR Husen Ismail dari Yaman, Syekh Salim Olwan dari Arab Saudi, DR Muhammad Al Khateb dari Suriah, dan Dr. Kasim Ali dari Thailand.
Prof. Dr. H. Dailami Firdaus SH LLM, ketua Dewan Pembina BKMT dan Prof. DR. Masduki Ahmad juga memberikan sambutannya.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Dr. Hj. Syifa Fauzia mengatakan majelis taklim memiliki peran yang sangat penting dalam mempererat kesatuan umat dan bangsa.
“Ukhuwah Islamiyah dan watananiyyah merupakan landasan bagi terwujudnya ukhuwah insaniyah, baik sebagai umat Islam maupun bangsa Indonesia,” katanya. “Karena itu dalam bertetangga dengan non-muslim atau non-Indonesia wajib menjaga ukhuwah sosial yang baik.”
Menurut dia, majelis taklim merupakan organisasi yang menyelenggarakan pendidikan non-formal di bidang agama Islam dan bergerak dalam bentuk kegiatan keislamanan.
Sesuai dengan ajaran Islam yang bersifat rahmatan lil ‘alamin, jika diamalkan dengan benar maka akan mendatangkan rahmat, kedamaian dan kasih sayang bagi umat manusia dan alam sekitarnya. Islam rahmatan lil ‘alamin telah mengatur tata hubungan yang menyangkut aspek teologis, ritual, sosial dan humanitas.
“Agama Islam adalah agama universal dan global karena ia memiliki keunggulan dibandingkan dengan agama lain. Salah satu keunggulannya adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin,” kata Syifa.
Laporan: Redaksi