Dosen Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Bali, Anak Agung Mia Intentilia, membuat beberapa pengamatan menarik terkait diplomasi kopi dengan memaparkan peran kopi di berbagai dimensi dalam politik luar negeri Indonesia.
Berdasarkan penelitiannya, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sejak 2014 telah mempromosikan budaya Indonesia di luar negeri yang memiliki nilai potensial untuk mendukung perekonomian bangsa, yang didukung dengan diplomasi gastro, diplomasi digital, diplomasi publik, diplomasi budaya dan ekonomi.
Tiga rekomendasi Anak Agung Mia dalam webinar tentang Coffee Diplomacy di era Jokowi adalah perlunya meningkatkan partisipasi Indonesia dalam pameran dengan diplomasi kopi di masing-masing kedutaan besar.
Dia juga menyarankan untuk mengembangkan indikator pencapaian dan standar evaluasi hasil, serta membuat konten digital yang profesional dan menarik untuk mempromosikan produk.
Fokus 2021
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jenis kopi terbanyak berdasarkan asal geografi atau biasa disebut dengan single origin.
Jenis kopi tersebut berasal dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores, dan Papua. Setiap jenis kopi memiliki cita rasa yang khas dan unik, yang menjadikannya kopi spesialti (specialty coffee).
Ada tiga tren penting dalam kopi spesialti yang harus diperhatikan oleh para eksportir Indonesia dalam menjalankan strategi promosi produk kopi.
Pertama, mengedepankan kualitas dan keunikan biji kopi yang diproduksi secara spesifik dari suatu daerah (disebut single origin). Semakin spesifik penjelasan tentang wilayah produksi kopi, maka produk akan semakin menjual.
Kedua, eksportir harus menciptakan cita rasa yang unik dengan memadukan berbagai pilihan kopi asal tunggal (dari berbagai daerah). Sekali lagi, Indonesia memiliki potensi besar dalam strategi ini karena memiliki banyak jenis kopi single origin.
Ketiga, mengutamakan kualitas biji kopi yang sangat tinggi yang diproduksi dalam volume kecil, sekitar 40 karung (1 karung seberat 60 kilogram) per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produk sangat terbatas, sehingga harganya menjadi lebih tinggi.
Sementara itu, menurut salah satu barista dan Q Grader Arabika, Rocky Martakusumah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam produksi kopi, yaitu teknologi, keberlanjutan (sustainability) dan ketertelusuran (traceability).
Para importir lebih senang jika bisa bertemu langsung dengan para petani kopi (perdagangan langsung), menelusuri keaslian kopi dengan cepat (traceability), melalui teknologi (block chain).
Dalam webinar yang digagas Kementerian Luar Negeri RI pada 22 Desember 2020, Mane Alves dari Coffee Lab International, Vermont, Amerika Serikat, menyatakan bahwa edukasi dan sosialisasi kopi bagi Indonesia sangat penting.
Selain itu, pengusaha kopi perlu didorong untuk mengikuti kompetisi internasional.
Para roaster AS dan Eropa perlu didorong untuk datang langsung ke Indonesia guna melihat keaslian dan kualitas kopi, serta berdialog langsung dengan para petani.
Kopi spesial
Menurut Greg Roughan dalam Laporan Unleashed, Tren Industri Kopi Utama untuk 2021, meski sebagian besar konsumen masih membeli kopi campuran, ada peningkatan permintaan (dan kemauan untuk membayar) untuk kopi berkualitas tinggi dengan skor cupping lebih dari 80 poin.
Selaras dengan laporan tentang konsumen sadar sosial yang mencari pengalaman otentik, Roughan juga mencatat bahwa konsumen akan membayar kopi dengan cerita bagus terkait aspek lingkungan dan sosialnya.
Langkah maju
Dengan melihat pangsa pasar yang besar, pasar Amerika Seriat merupakan sasaran ekspor kopi yang sangat potensial.
Pada tahun 2019 nilai ekspor kopi ke AS telah mencapai 301,69 juta dolar AS (sekira 4,2 triliun rupiah), terutama melalui Pantai Barat.
Indonesia perlu memanfaatkan momentum kedekatan dengan AS karena telah dibebaskan dari kewajiban GSP (Generalized System of Preferences), salah satunya bea masuk atas makanan dan minuman, termasuk kopi.
Duta Besar RI untuk Jerman, Arief Havas Oegroseno, yang juga merupakan barista bersertifikat dari SCAE (Specialty Coffee Association Europe) mengingatkan bahwa Jerman juga perlu melanjutkan ekspor kopi.
Dengan jumlah penduduk 82 juta, Jerman merupakan pasar kopi senilai 7,7 miliar dolar AS (sekitar 109,1 triliun rupiah).
Saat ini, para pengusaha kopi dalam negeri harus merambah pasar luar negeri, seperti Eropa, khususnya Jerman, sebagai pintu gerbang dan hub ke kawasan Nordik (Denmark, Norwegia, Swedia, Finlandia, dan Islandia).
Penulis: Bagas Hapsoro [Mantan Duta Besar RI untuk Swedia dan Latvia (2016-2020)]