Dewan Penasihat Bisnis APEC menegaskan agar para perekonomian anggota APEC menghindari campur tangan politik, serta tetap berkomitmen pada keterbukaan, inklusivitas, perdagangan bebas, dan konektivitas.
Bangkok, Thailand (Xinhua) – Perekonomian-perekonomian anggota Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) harus semakin meningkatkan kerja sama, mempromosikan perdagangan bebas dan konektivitas, serta mendukung pemulihan berkelanjutan di kawasan dan sekitarnya, kata Ketua Dewan Penasihat Bisnis APEC (APEC Business Advisory Council/ABAC) 2022 Kriengkrai Thiennukul.
Para perekonomian anggota APEC harus menghindari campur tangan politik, serta tetap berkomitmen pada keterbukaan, inklusivitas, perdagangan bebas, dan konektivitas, kata Kriengkrai dalam wawancara eksklusif dengan Xinhua sebelum Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC.
Terbuka, Terhubung, Seimbang
Thailand menjadi tuan rumah APEC 2022 dengan tema ‘Terbuka, Terhubung, Seimbang’ (Open, Connect, Balance). Pada 18-19 November, Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC ke-29 akan digelar di Bangkok, yang akan menjadi pertemuan tatap muka pertama sejak 2018.
Menguraikan tema tersebut, Kriengkrai mengatakan “Terbuka” berarti keterbukaan dan tetap terbuka untuk semua peluang, seraya menambahkan bahwa “perdagangan bersama membutuhkan kebebasan, keadilan, dan transparansi dalam semua aspek.”
Untuk “Terhubung”, dia mengatakan gabungan 21 perekonomian anggota APEC mencakup sekitar 60 persen dari total ekonomi dunia. “Jika 21 perekonomian ini terhubung satu sama lain dan bekerja sama, itu akan melepaskan kekuatan besar,” tuturnya.
Sementara untuk istilah “Seimbang”, itu berarti “kita harus menyeimbangkan kinerja kita, serta mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan demi pembangunan berkelanjutan.”
Berbicara tentang Laporan ABAC kepada Pemimpin Ekonomi APEC tahun ini, Kriengkrai mengungkapkan laporan tersebut berisi tentang rekomendasi ABAC dalam merespons krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dihadapi oleh kawasan Asia-Pasifik, yang muncul akibat COVID-19, risiko geopolitik, serta gangguan inflasi dan rantai pasokan.
Menurut laporan tersebut, ABAC meminta para anggota APEC untuk menerapkan kebijakan moneter baru demi menjaga inflasi tetap terkendali, menghadapi krisis ketahanan pangan, mempercepat integrasi ekonomi regional, mengembangkan respons kolektif terhadap perubahan iklim, dan mengambil tindakan segera untuk memperkuat sistem perdagangan multilateral guna mencapai pemulihan yang cepat dan berkelanjutan serta mendapatkan kembali momentum untuk pertumbuhan yang berkelanjutan, inklusif, dan tangguh.
Kriengkrai menggarisbawahi tiga tantangan mendesak, yaitu inflasi tinggi, kerawanan pangan, dan perubahan iklim, yang memerlukan upaya terpadu dari para perekonomian anggota APEC untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memastikan pembangunan yang stabil dan berkelanjutan.
Dalam beberapa tahun terakhir, dampak COVID-19 dan ketegangan geopolitik membebani pembangunan regional. Kriengkrai juga mendesak para anggota APEC untuk menghindari campur tangan politik, tetap berkomitmen pada aturan APEC dan ABAC, yaitu keterbukaan dan inklusivitas, serta mempromosikan perdagangan bebas dan memfasilitasi konektivitas digital.
China, mesin pertumbuhan bagi kawasan
Sebagai salah satu perekonomian anggota APEC dan perekonomian terbesar kedua di dunia, China memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar dan telah menjadi kekuatan pendorong tidak hanya bagi kawasan namun juga bagi seluruh dunia, ungkap Kriengkrai.
Menjadi salah satu mesin pertumbuhan utama dunia, Kriengkrai meyakini bahwa pembangunan China yang stabil sangat penting bagi pemulihan ekonomi dunia di tengah ekonomi global yang semakin redup akibat pandemi COVID-19 berkepanjangan dan lonjakan inflasi.
Kriengkrai (63) juga menjabat sebagai Ketua Federasi Industri Thailand. Karena hubungan ekonomi yang erat antara Thailand dan China, dia rutin melakukan kunjungan ke China dan terkesan dengan kemajuan negara tersebut dalam beberapa dekade terakhir.
“Saya melihat perubahan positif pada setiap kunjungan saya ke China,” tuturnya.
“Setiap kali saya berkunjung ke Shenzhen (zona ekonomi khusus di China selatan) sejak kali pertama, saya dapat merasakan kegembiraan dari perkembangan pesat kota itu. Dalam 40 tahun terakhir, China mengatasi berbagai hambatan dan masuk di jajaran teratas dunia dalam semua aspek. Ini luar biasa,” imbuh Kriengkrai.
Laporan: Redaksi