Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Di tengah pandemik COVID-19 yang belum tampak akan mereda, menjaga daya tahan tubuh dan menerapkan protokol kesehatan adalah cara utama agar tidak tertular penyakit pernapasan ini, sebelum vaksin benar-benar ditemukan dan dapat diproduksi masal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan lebih dari 150 negara saling mendukung dan bekerja sama dalam upaya memproduksi vaksin yang merupakan untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.
Saat ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan berbagai pihak guna menemukan vaksin buatan dalam negeri.
“Hasil uji klinis di Biofarma Bandung sangat diharapkan hasilnya karena menunjukkan potensi Indonesia memproduksi vaksin secara mandiri,” ujar Deputi Bidang Ilmu Teknik LIPI, Agus Haryono, dalam pernyataan di situs jejaring LIPI.
Laboratorium Bio Safety Level 3 (BSL -3) LIPI saat ini menjadi fasilitas pendukung untuk menguji vaksin.
Kepala BSL3 LIPI, Ratih Asmana Ningrum, menjelaskan pada dasarnya vaksin terdiri atas keseluruhan atau sebagian mikroba atau patogen, yang dilemahkan agar tidak berbahaya saat dimasukkan ke dalam tubuh.
“Tujuan pemberian vaksin adalah membuat tubuh mengenali jenis mikroba atau patogen sehingga jika ada patogen yang sama masuk ke dalam tubuh, tubuh kita sudah tahu cara menghadapinya atau membentuk antibodi,” jelas Ratih.
Sementara itu, menurut Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Wien Kusharyoto, menjelaskan untuk penelitian vaksin SARS-CoV2, LIPI memilih mengembangkan vaksin rekombinan sub-unit, yang berarti vaksin diambil hanya dari bagian tubuh virus, yaitu Protein Spike (Protein S).
“Protein Spike dan Receptor Binding Domain saat ini menjadi kandidat utama sebagai antigen yang potensial. Tujuan utamanya adalah membentuk antigen untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh,” papar Wien.
Protein spike adalah glikoprotein yang menonjol dari selubung virus (seperti coronavirus) yang memfasilitasi masuknya virion (partikel virus utuh) ke dalam sel inang dengan mengikat reseptor pada permukaan sel inang diikuti oleh fusi (penggabungan) sel virus dan sel inang.
Tahapan uji klinis
Wien menjelaskan, proses pengembangan vaksin hingga dapat diproduksi massal dan digunakan pada manusia secara aman membutuhkan waktu cukup panjang.
Ada beberapa tahapan uji klinis yang harus dilakukan guna memastikan vaksin bekerja dengan efektif dan aman.
“Ada banyak aspek yang harus dibahas. Kita tidak hanya mengembangkan kandidat vaksin itu sendiri, namun ada pula pemilihan mitra penelitian yang tepat, dan uji pra klinis. Jika semua bagus, barulah kita bisa melanjutkan ke uji klinis tahap satu,” terang Wien.
Pada uji klinis tahap satu, vaksin siap diujikan ke manusia untuk melihat keamanan vaksin dan mengetahui dosis yang tepat.
“Pada tahap ini biasanya diujikan ke 45 relawan yang menerima dosis berbeda. Hal ini bertujuan agar peneliti mengetahui dosis mana lebih tepat dan lebih aman,” jelas Wien.
Dia menambahkan, pada tahap tersebut peneliti sudah dapat mengevaluasi repson kekebalan tubuh dan mengetahui apakah antibodi sudah terbentuk atau belum.
Selanjutnya, pada tahap kedua uji klinis, peneliti akan melihat efisiensi kerja vaksin pada lebih banyak relawan dengan rentang usia yang lebih luas.
Jika uji klinis tersebut berhasil, maka vaksin masuk uji klinis tahap ketiga yang bertujuan mengevaluasi reaksi tubuh relawan terhadap vaksin.
“Pada tahap ketiga, kita melihat apakah respon kekebalan yang diharapkan sudah sesuai. Apakah dari vaksin tersebut sudah diperoleh antibodi yang menetralisir virus,” kata Wien.
Menurut dia, jika tahapan-tahapan tersebut berhasil, barulah vaksin dapat dilisensi agar dapat masuk ke tahap produksi dan dipasarkan secara massal dengan prosedur penggunaan yang aman.
Wien menjelaskan, vaksin yang dikembangkan LIPI saat ini merupakan vaksin COVID-19 pengembangan tingkat lanjut.
Laporan: Redaksi