Jakarta (Indonesia Window) – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah memberi persetujuan penggunaan enam jenis booster homolog dan heterolog vaksin COVID-19 yang memperoleh izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization EUA) di Indonesia.
“BPOM kembali mengeluarkan persetujuan penggunaan untuk dua regimen booster heterolog pada vaksin COVID-19 yaitu vaksin Pfizer setengah dosis untuk vaksin primer Sinovac atau AstraZeneca, serta vaksin AstraZeneca setengah dosis untuk vaksin primer Sinovac atau dosis penuh untuk vaksin primer Pfizer,” jelas Kepala BPOM Penny K Lukito melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Dengan penambahan daftar persetujuan tersebut, maka jenis vaksin penguat yang memperoleh izin penggunaan darurat di Indonesia bertambah menjadi enam varian.
Dilansir dari laman www.bpom.go.id, vaksin primer Sinovac/CoronaVac produksi PT Bio Farma memperoleh varian booster Sinovac (homolog) dosis penuh, AstraZeneca (heterolog) setengah dosis, Pfizer (heterolog) setengah dosis dan Zifivax (heterolog) dosis penuh.
Sementara itu, vaksin primer Pfizer memperoleh varian booster Pfizer (homolog) dosis penuh, AstraZeneca (heterolog) dosis penuh, dan Moderna (heterolog) setengah dosis.
Vaksin primer AstraZeneca memperoleh varian booster AstraZeneca (homolog) dosis penuh, Pfizer (heterolog) setengah dosis, dan Moderna (heterolog) setengah dosis.
Vaksin primer Moderna memperoleh varian booster Moderna (homolog) setengah dosis, sedangkan vaksin primer Janssen memperoleh varian booster Moderna (heterolog) setengah dosis, dan vaksin primer Sinopharm memperoleh vaksin booster Zifivax (heterolog) dosis penuh.
Penggunaan vaksin Pfizer sebagai booster heterolog setengah dosis untuk vaksin primer Sinovac atau AstraZeneca menunjukan peningkatan antibodi yang tinggi pada 6-9 bulan (31-38 kali) setelah pemberian dosis primer lengkap, terang Penny.
Di sisi lain, peningkatan antibodi setelah enam bulan vaksinasi primer lengkap vaksin Sinovac menghasilkan peningkatan antibodi IgG terhadap S-RBD yang tinggi (105,7 kali) dibandingkan sebelum diberikan dosis booster.
“Secara umum pemberian dosis booster vaksin Pfizer dengan vaksin primer Sinovac dapat ditoleransi, baik reaksi lokal maupun sistemik,” katanya.
Sementara itu, hasil imunogenisitas penggunaan vaksin AstraZeneca sebagai booster heterolog setengah dosis dengan vaksin primer Sinovac menunjukan peningkatan antibodi IgG terhadap S-RBD yang tinggi (35-38 kali), baik pada interval booster 3-6 bulan (34-35 kali) maupun 6-9 bulan (35-41 kali).
Penny memastikan kenaikan IgG pada setengah dosis booster tidak berbeda jauh dengan dosis penuh. Suntikan booster dengan vaksin primer Pfizer dosis penuh menunjukan peningkatan imunogenisitas antibodi IgG yang baik dari 3.350 menjadi 13.242.
Persetujuan BPOM untuk menambah posologi (dosis) booster dilakukan sesuai hasil uji klinis dan didukung oleh para tim ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19 dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) serta asosiasi klinisi terkait.
Laporan: Redaksi