Cendana telah banyak digunakan dalam berbagai industri seperti penyulingan parfum, kerajinan ukiran, manufaktur, industri farmasi, industri pemrosesan perlengkapan keagamaan, kosmetik, makanan sehat, dan berbagai industri lainnya.
Guangzhou, China (Xinhua/Indonesia Window) – Pada akhir Juli, sebatang pohon cendana dari Indonesia yang terdapat di Kebun Raya Nasional China Selatan (South China National Botanical Garden) di Guangzhou, ibu kota Provinsi Guangdong, China selatan, sedang berbuah. Buahnya mirip dengan bluberi, baik dari segi warna maupun ukuran, dan mengeluarkan aroma yang lembut.
Lebih dari 60 tahun silam, seorang warga Indonesia memberikan beberapa benih cendana yang berharga kepada China sebagai tanda ikatan persahabatan antara kedua negara. Sejak saat itu, China mulai menanam dan membudidayakan pohon cendana.
“Pertama-tama kami membudidayakan benihnya, yang kemudian tumbuh menjadi bibit. Untuk memastikan tingkat kelangsungan hidupnya, kami terus memperkenalkan ratusan benih cendana pada 1964 untuk membudidayakan lebih dari 300 bibit guna eksperimen penanaman aforestasi,” kata Ma Guohua, peneliti di Kebun Raya Nasional China Selatan.
Cendana, pohon rempah kayu yang langka dan berharga serta banyak digunakan dalam obat-obatan, rempah wewangian, ukiran yang rumit dan mahal, dan juga perlengkapan keagamaan, telah dikenal sejak zaman China kuno.
Namun, hanya ada sedikit catatan mengenai persebaran alami cendana di China. Cendana sebagian besar diimpor dari luar negeri melalui Jalur Sutra.
Diketahui bahwa China telah mengimpor cendana sejak 1.000 tahun silam. Cendana umumnya digunakan sebagai rempah berharga yang dipersembahkan kepada Buddha setelah buddhisme diperkenalkan ke negara itu.
Kemudian, cendana secara bertahap digunakan dalam pengobatan China, kerajinan ukiran, aromaterapi, perisa, dan sebagainya. Di Istana Yonghe di Beijing, terdapat patung Buddha raksasa setinggi 26 meter yang diukir dari kayu cendana.
Karena cendana memiliki kebutuhan yang lebih tinggi terhadap kondisi iklim dan lingkungan tanah, hingga tahun 1990-an, hanya ada sekitar 80 hektare lahan pohon cendana di berbagai penjuru negara itu.
“Namun, semua ini memberikan pengalaman berharga dalam penanaman dan pembudidayaan pohon cendana di China,” kata Ma.
Dia menambahkan bahwa pohon cendana adalah tanaman semiparasit. Ada banyak “cangkir pengisap” atau disebut haustorium pada akarnya. Cangkir-cangkir pengisap ini menempel erat pada tanaman inangnya dan mendapatkan kelembapan serta nutrisi dari tanaman tersebut.
Pada 1990-an, seiring dengan semakin dalamnya reformasi dan keterbukaan China serta pesatnya perkembangan sosial ekonomi China, permintaan akan cendana kian meningkat. Hasilnya, negara itu mulai memberikan perhatian lebih pada penelitian dan pengembangan pohon cendana.
“Selain melakukan perbaikan teknis berdasarkan studi para peneliti sebelumnya, kami juga mencari spesies cendana baru dari negara-negara lain yang cocok untuk ditanam di China.” Ma mengatakan bahwa pada awalnya, tim peneliti membeli benih dari India untuk dibudidayakan, tetapi tingkat perkecambahannya sangat rendah, “waktu yang cocok untuk menanam terbatas, kemudian kami mengubah kondisi pembibitan sehingga pohon cendana dapat ditanam sepanjang tahun, dan tanah akar dapat dipindahkan pada saat yang sama. Tingkat kelangsungan hidup dapat mencapai 97 persen.”
Saat ini, China memimpin dunia dalam budi daya dan riset terhadap cendana, kata Ma, seraya menambahkan bahwa penelitian tersebut juga telah menaikkan tingkat keberhasilan penanaman dan produksi cendana di China.
Saat ini, China memiliki sekitar 100.000 mu (6.666,67 hektare) area penanaman pohon cendana, kedua tertinggi setelah Australia. Cendana tersebar luas di Guangdong, Fujian, Guangxi, Hainan, dan Yunnan. Di antara daerah-daerah tersebut, Guangdong menyumbang hampir 90 persen, kata Ma.
“Cendana sangat sensitif terhadap kondisi iklim. Suhu yang paling cocok untuk pertumbuhannya adalah antara 23 hingga 35 derajat Celsius, jadi tidak mungkin menanamnya dalam skala besar,” imbuh Ma.
Setelah menguasai pengalaman sukses dalam budi daya dan penanaman cendana, tim penelitian Ma berbagi pengalaman tersebut dengan negara-negara lain.
“Saat ini kami menanam masing-masing sekitar 809 hektare dan 202 hektare kayu cendana di Malaysia dan Kamboja. Kami berharap dapat mempromosikan pertukaran internasional dalam teknologi penanaman cendana melalui kerja sama, sehingga tanaman yang cocok untuk pertumbuhan lokal ini akan mendorong pembangunan ekonomi lokal.”
Cendana telah banyak digunakan dalam berbagai industri seperti penyulingan parfum, kerajinan ukiran, manufaktur, industri farmasi, industri pemrosesan perlengkapan keagamaan, kosmetik, makanan sehat, dan berbagai industri lainnya. Dalam masyarakat modern yang mengutamakan alam dan memperhatikan kesehatan, cendana akan semakin banyak digunakan dan menjadi semakin penting, kata Ma.
Sebuah benih kecil memancarkan aromanya ke seluruh dunia. “Dari Indonesia ke China, dan kemudian ke seluruh dunia, penyebaran cendana merupakan perjalanan yang panjang. Ini bukan hanya sumber daya alam yang berharga, tetapi juga jembatan yang mendorong pertukaran budaya dan ekonomi,” kata Ma.
Laporan: Redaksi