Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan sejumlah hal yang mengkhawatirkan pada migrasi bahan kimia Bisphenol A (BPA) pada kemasan air minum berbahan polikarbonat bagi kesehatan masyarakat.

“Uji post-market yang dilakukan 2021-2022 dengan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan,” kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI Rita Endang melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad.

Dia menerangkan, sebanyak 33 persen sampel pada sarana distribusi dan peredaran, serta 24 persen sampel berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.

“Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi,” katanya.

Selain itu, terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia, imbuh Rita.

Banner

BPOM juga melakukan kajian paparan BPA dengan hasil menunjukkan bahwa kelompok rentan pada bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun.

Rita mengatakan BPOM juga melakukan kajian bersama sejumlah pakar perguruan tinggi tentang kerugian ekonomi dari permasalahan kesehatan akibat BPA pada air kemasan.

Penelitian dengan metode studi epidemiologi deskriptif dilakukan oleh sejumlah pakar ekonomi kesehatan yang menggunakan estimasi berdasarkan prevalence-based untuk mengkaji beban ekonomi.

BPA merupakan endocrine disruptor atau zat kimia yang dapat mengganggu fungsi hormon normal pada manusia berdasarkan penelitian berkolerasi pada sistem reproduksi pria atau wanita seperti infertilitas (gangguan kesuburan), jelas Rita.

Studi Cohort di Korea Selatan (Journal of Korean Medical Science) tahun 2021 menunjukkan ada korelasi peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit mencapai 4,25 kali.

“Beban biaya infertilitas pada konsumen AMDK galon yang terpapar BPA diperkirakan berkisar antara 16 triliun rupiah sampai dengan 30,6 triliun rupiah dalam periode satu siklus in-vitro fertilization (IVF),” katanya.

Banner

Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat untuk jangka panjang, kata Rita, beberapa negara telah mengetatkan standar batas migrasi BPA.

“BPOM belajar dari tren yang berlangsung, dinamika regulasi negara lain, dan mempertimbangkan kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi,” katanya.

Sebelum menuju pada standar yang lebih ketat, kata Rita, pada tahap awal BPOM melakukan revisi pelabelan BPA pada air kemasan. Selain itu, BPOM juga mendapatkan dukungan dan masukan dari elemen masyarakat dan akademisi terkait standar aman air minum dalam kemasan.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan