Wakil Ketua MPR RI tegaskan agama sebagai soko guru Pancasila menuju Indonesia Emas
Agama adalah soko guru Pancasila dalam dimensi spiritual yang tercantum pada Sila Pertama, dan dimensi-dimensi nonspiritual.
Depok, Jawa Barat (Indonesia Window) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Dr. Hidayat Nur Wahid, menegaskan bahwa agama adalah soko guru Pancasila dalam dimensi spiritual yang tercantum pada Sila Pertama, dan dimensi-dimensi nonspiritual.
Hal tersebut disampaikan oleh politisi Partai Keadilan Sosial (PKS) tersebut dalam kuliah umum bertema ‘Membangun Ketahanan Ideologi Generasi Muda demi Kemajuan Bangsa’ yang diselenggarakan oleh Institut SEBI bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, di Kota Depok, Jawa Barat, Senin.
Menurut Hidayat, sejak awal para pendiri bangsa telah membangun Indonesia di atas dua landasan ideologis, yakni Islam dan demokrasi kebangsaan. Perumusan landasan ideologi berbasis Islam diwakili oleh komunitas Umat Islam melalui organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, serta para ulama
“Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim, sehingga wajar Islam dijadikan sebagai ideologi,” ucapnya, seraya menambahkan, bahwa hal tersebut menemui penentangan karena ada banyak pemeluk agama lain di Indonesia.
Oleh karena itu, muncul semangat kebangsaan demokrasi yang mengakomodasi kemajemukan masyarakat Indonesia.
Dia menguraikan dinamika pembentukan dasar negara pada masa persiapan kemerdekaan, dengan dibentuknya Panitia Delapan yang diketuai Bung Karno. Namun, kelompok ini dinilai tidak mencerminkan representasi yang adil karena hanya dua orang yang mewakili Islam, sementara enam lainnya merupakan perwakilan nasionalis, sehingga tidak mampu menghasilkan kompromi yang seimbang.
Selanjutnya, struktur tersebut diubah menjadi Panitia Sembilan, dengan format empat perwakilan Islam dan empat perwakilan nasionalis kebangsaan yang berasal dari organisasi kemasyarakatan dan partai politik, serta satu perwakilan dari kalangan Kristiani. Komposisi ini dinilai mencerminkan semangat inklusif dan kolaboratif dalam perumusan ideologi bangsa.
“Indonesia adalah negara impian yang menjadi kenyataan,” ujar Hidayat, mengingatkan sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia pada 1908 oleh Perhimpunan Indonesia di Belanda, serta tonggak penting lainnya seperti Sumpah Pemuda 1928, dan peran badan-badan seperti BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), Panitia Sembilan, hingga PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Dia menekankan, sejarah tidak boleh dilupakan, melainkan harus menjadi penyemangat bagi generasi muda untuk berkontribusi dalam membangun bangsa.
“Generasi muda kita senang tantangan dan terbuka akan dinamika perubahan,” katanya, seraya menambahkan bahwa keseimbangan antara nilai spiritual dan nilai kebangsaan merupakan pilar penting bagi pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.
Namun, Wakil Ketua MPR RI juga menyoroti berbagai tantangan yang harus diatasi. Salah satunya adalah angka stunting di Indonesia yang masih tinggi, bahkan tercatat sebagai yang tertinggi di Asia Tenggara. “Satu dari lima anak Indonesia mengalami stunting. Ini adalah kondisi darurat,” ujarnya.
Selain itu, dia menyebutkan persoalan sosial lain yang juga perlu menjadi perhatian, seperti maraknya praktik pinjaman online (pinjol) yang menyasar ibu rumah tangga, dan kecanduan judi online (judol) yang melanda kalangan laki-laki dewasa.
Hidayat mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk kalangan kampus dan generasi muda, untuk mengambil peran aktif dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 dengan menguatkan ideologi keagamaan dan kebangsaan, serta mengatasi tantangan sosial secara kolektif.
Laporan: Redaksi

.jpg)








