Jakarta (Indonesia Window) – Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan ketiga 2021 tercatat 423,1 miliar dolar AS atau tumbuh 3,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), menurut laporan Bank Indonesia (BI).
Meski demikian, angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, sebesar dua persen (yoy).
“Perkembangan tersebut disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan ULN sektor publik dan sektor swasta,” kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Dibandingkan triwulan II-2021, ULN pemerintah pada triwulan III-2021 tumbuh 4,1 persen (yoy) sebesar 205,5 miliar dolar AS, yang disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman seiring lebih tingginya pinjaman yang jatuh tempo daripada penarikan pinjaman.
Menurut Erwin, hal tersebut terjadi di tengah penerbitan surat utang global, termasuk Sustainable Development Goals (SDG) Bond sebesar 500 juta Euro, yang merupakan salah satu penerbitan SDG Bond konvensional pertama di Asia.
ULN pemerintah diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk mengakselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang meliputi sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,9 persen dari total ULN pemerintah).
Selanjutnya adalah sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,3 persen), jasa pendidikan (16,5 persen), konstruksi (15,5 persen), serta keuangan dan asuransi (12,1 persen).
“Dari sisi risiko refinancing, posisi ULN pemerintah aman karena hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah,” terang Erwin.
Sementara itu, ULN bank sentral meningkat sebesar 6,3 miliar dolar AS menjadi 9,1 miliar dolar AS pada triwulan III-2021 terutama dalam bentuk alokasi Special Drawing Rights (SDR).
Pada Agustus 2021, Dana Moneter Internasional (IMF) mendistribusikan tambahan alokasi SDR secara proporsional kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia, yang ditujukan untuk mendukung ketahanan dan stabilitas ekonomi global dalam menghadapi dampak pandemik COVID-19, membangun kepercayaan pelaku ekonomi, dan memperkuat cadangan devisa global dalam jangka panjang.
Erwin menjelaskan, alokasi SDR dari IMF tersebut adalah kategori khusus dan tidak dikategorikan pinjaman karena tidak menimbulkan tambahan beban bunga utang dan kewajiban yang akan jatuh tempo ke depan.
ULN swasta pada triwulan III-2021 juga tumbuh 0,2 persen (yoy), setelah pada periode sebelumnya mengalami kontraksi 0,3 persen (yoy). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan sebesar satu persen (yoy), melambat 1,6 persen (yoy) dibandingkan triwulan II-2021.
Sementara itu, pertumbuhan ULN lembaga keuangan mengalami kontraksi sebesar 2,7 persen (yoy), lebih rendah dari kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 6,9 persen (yoy). Dengan demikian, posisi ULN swasta pada triwulan III-2021 tercatat sebesar 208,5 miliar dolar AS.
Berdasarkan sektor, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 76,4 persen dari total ULN swasta.
“ULN tersebut masih didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1 persen terhadap total ULN swasta,” kata Erwin.
BI menilai struktur ULN Indonesia tetap terkendali yang tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 37 persen, atau menurun dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 37,5 persen.
ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,2 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, bank sentral dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Laporan: Redaksi