Produsen mobil China BYD menggelar upacara peletakan batu pertama untuk pabrik mobil pertamanya di Thailand, yang terletak di Zona Khusus Koridor Ekonomi Timur di provinsi pesisir Rayong, yang dapat berfungsi sebagai pusat produksi dan distribusi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di negara tersebut dan negara-negara ASEAN sekitarnya, serta kawasan lain.
Rayong, Thailand (Xinhua) – Produsen kendaraan listrik terkemuka China BYD pada Jumat (10/3) menggelar upacara peletakan batu pertama untuk pabrik mobil pertamanya di Thailand, menandai langkah terbaru produsen mobil China tersebut untuk melebarkan sayap di Asia Tenggara.
Pabrik baru tersebut, yang terletak di Zona Khusus Koridor Ekonomi Timur di provinsi pesisir Rayong, diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat produksi dan distribusi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Thailand dan negara-negara ASEAN sekitarnya, serta kawasan lain.
Sebagai pemain utama di pasar EV global, penjualan kumulatif kendaraan energi baru BYD menembus angka 1,86 juta unit pada 2022, mewakili peningkatan tahunan (year on year/yoy) sebesar 208,6 persen, menurut perusahaan itu.
Mengikuti jejak MG SAIC Motor dan Great Wall Motor, BYD menjadi merek mobil China lainnya yang mendirikan operasi manufaktur di Thailand, pasar yang sudah lama didominasi oleh merek-merek Jepang.
Tahun lalu, BYD membawa model paling populernya, ATTO3, ke Thailand. Liu Xueliang, manajer umum Divisi Penjualan Mobil Asia-Pasifik BYD, menggambarkan penjualan model tersebut sebagai “booming” dengan masyarakat rela mengantre semalaman demi membeli mobil tersebut. Target penjualan 10.000 unit model itu tercapai hanya dalam waktu 42 hari.
Pada hari upacara peletakan batu pertama itu, BYD juga mengadakan upacara pengiriman mobil ATTO 3 unit ke-9.999 dan ke-10.000.
Pabrik tersebut dijadwalkan akan memulai produksinya pada 2024 dengan kapasitas tahunan 150.000 unit kendaraan energi baru.
Investasi BYD di Thailand juga sejalan dengan target pemerintah Thailand untuk membuat 30 persen kendaraan yang diproduksi di negara tersebut menjadi EV pada 2030.
“Keputusan BYD untuk menjadikan Thailand sebagai basis produksinya di kawasan Asia-Pasifik sejalan dengan model ekonomi berbasis hayati, sirkular, dan hijau (bio-, circular and green/BCG) Thailand serta arah pembangunan hijau dan berkelanjutan China,” ungkap Wang Liping, Minister Counsellor bidang ekonomi dan komersial di Kedutaan Besar China di Thailand.
“Langkah ini tidak hanya akan menciptakan lebih banyak peluang kerja dan mendorong pembangunan ekonomi di Thailand, tetapi juga mendorong integrasi yang mendalam antara industri kendaraan energi baru di China dan Thailand,” tambahnya.
Sejumlah pejabat Thailand, termasuk Sekretaris Jenderal Dewan Investasi Thailand Narit Therdsteerasukdi dan Wakil Gubernur Provinsi Rayong Suphot Torartharn, menyambut hangat masuknya BYD ke Thailand. Mereka meyakini kehadiran BYD di pasar Thailand akan meramaikan industri EV negara itu.
Menurut data dari Institut Otomotif Thailand dan Departemen Transportasi Darat Thailand, penjualan kendaraan listrik murni di Thailand mencapai 13.454 unit tahun lalu, meningkat tajam selama beberapa tahun terakhir, mewakili peningkatan tahunan sebesar 588,5 persen.
Banyak merek EV bergabung dengan kebijakan subsidi pemerintah Thailand, termasuk perusahaan dari China, Barat, dan Jepang, kata Kevalin Wangpichayasuk, asisten direktur pelaksana Kasikorn Research Center. Dia menambahkan bahwa ini bukan hanya kabar baik bagi para pembeli mobil yang akan memiliki lebih banyak pilihan, melainkan juga bagi industri otomotif Thailand selama masa transisi untuk mengejar tren masa depan.
Laporan: Redaksi