Jakarta (Indonesia Window) – Dengan perkiraan konsumsi avtur harian di Indonesia sekitar 14.000 kilo liter, maka potensi pasar bahan bakar nabati bioavtur J2.4 akan mencapai sekitar 1,1 triliun rupiah per tahun.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual pada seremoni keberhasilan uji terbang pesawat CN235-200 FTB (Flying Test Bed) menggunakan campuran bahan bakar bioavtur J2.4, Selasa.
Pesawat milik PT Dirgantara Indonesia itu berhasil terbang dari Bandung ke Jakarta yang berjarak penerbangan garis lurus sejauh 23 mil (sekira 37 kilometer) dengan bioavtur J2.4.
“Keberhasilan uji terbang ini telah meningkatkan kepercayaan terhadap kemampuan kita memanfaatkan sumber daya domestik, khususnya minyak sawit, guna membangun kemandirian energi nasional,” ujar Airlangga.
Bioavtur J2.4 adalah hasil sinergi penelitian antara Pertamina Research and Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB).
Penelitian yang dimulai pada 2012 tersebut bertujuan mengembangkan katalis ‘Merah Putih’ untuk mengonversi minyak inti sawit menjadi bahan baku bioavtur.
Mengacu kepada Paris Agreement, yakni perjanjian internasional yang mengikat secara hukum tentang perubahan iklim, sektor penerbangan termasuk dalam 10 besar penghasil emisi karbon dioksida. Emisi karbon dari sektor ini diperkirakan meningkat tajam di pertengahan abad ke-21.
Emisi karbon dioksida dari sektor penerbangan diperkirakan menyumbang sebesar 2,1 persen dari kontribusi global.
Sektor penerbangan internasional di bawah naungan International Civil Aviation Organization (ICAO) telah mengeluarkan target aspirasional, yaitu efisiensi bahan bakar sebesar 2 persen per tahun hingga 2050, dan mencapai Carbon Neutral Growth dari tahun 2020.
Laporan: Redaksi