Perjanjian global polusi plastik bertujuan menghapus beberapa jenis dan produk plastik yang paling bermasalah dan berbahaya, menetapkan persyaratan bagi produk yang dirancang untuk digunakan kembali atau didaur ulang, dan menetapkan standar umum global untuk pengelolaan limbah.
Jenewa, Swiss (Xinhua) – “Ini merupakan kesempatan sekali dalam satu generasi bagi masyarakat global untuk bersatu dan menyepakati aturan serta regulasi yang diperlukan untuk memerangi polusi plastik di tingkat global,” kata Eirik Lindebjerg, manajer kebijakan plastik global di World Wide Fund for Nature (WWF), saat berbicara tentang seruan WWF untuk perjanjian global guna mengakhiri polusi plastik.
Sebuah survei daring yang dirilis oleh WWF International dan Plastic Free Foundation pada Rabu (23/11) menunjukkan bahwa dari 20.000 lebih responden di 34 negara, rata-rata tujuh dari 10 orang mendukung perjanjian global polusi plastik pertama dalam sejarah yang membuat aturan mengikat yang berlaku bagi semua negara.
“Ada mandat publik yang kuat, keinginan yang kuat, dari publik dan warga di seluruh dunia untuk benar-benar membuat aturan global tersebut melalui perjanjian ini,” ujar Lindebjerg kepada Xinhua dalam sebuah wawancara via tautan video.
Pernyataan itu disampaikan Lindebjerg saat sesi pertama Komite Negosiasi Antarpemerintah untuk mengembangkan instrumen tentang polusi plastik yang mengikat secara hukum internasional, termasuk di lingkungan laut, akan digelar di Uruguay pada 28 November hingga 2 Desember mendatang.
“Sekalipun nantinya tidak ada kesepakatan di Uruguay, itu akan tetap menjadi awal yang sangat penting dari proses selama dua tahun ini. Kami melihat di Nairobi tahun lalu pemerintah telah benar-benar siap dan berkomitmen untuk mengembangkan perjanjian tentang polusi plastik yang mengikat secara hukum,” kata Lindebjerg menekankan.
Menurut WWF, negosiasi untuk perjanjian tersebut diharapkan akan selesai pada 2024, dan Lindebjerg mendesak dunia untuk memiliki “sebuah perjanjian dengan kekuatan yang efektif untuk mengakhiri polusi plastik” pada 2025.
Meski demikian, WWF dalam siaran persnya memperingatkan bahwa selama periode negosiasi dua tahun saja, jumlah total polusi plastik di lautan diperkirakan akan meningkat sebesar 15 persen.
“Saat ini, lebih dari 2.000 spesies satwa telah mengalami polusi plastik di lingkungan mereka, dan hampir 90 persen spesies yang diteliti diketahui terkena dampak negatif,” menurut perkiraaan WWF.
“Kita membutuhkan perjanjian yang menghapus beberapa jenis dan produk plastik yang paling bermasalah dan berbahaya, kita membutuhkan perjanjian yang menetapkan persyaratan bagi produk yang akan terus kita gunakan sehingga nantinya produk tersebut dirancang untuk digunakan kembali atau didaur ulang, dan kita perlu standar umum global untuk pengelolaan limbah,” urai Lindebjerg.
“Selain itu, penting agar perjanjian tersebut membantu semua negara di dunia menerapkannya, sehingga diperlukan juga mekanisme dukungan yang kuat,” imbuh Lindebjerg.
Laporan: Redaksi