Penyaluran bantuan ke Gaza menghadapi hambatan besar karena otoritas Israel memutus akses lima rumah sakit di wilayah utara terhadap persediaan dan peralatan medis yang menyelamatkan nyawa.
Yerusalem (Xinhua) – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (10/1) menyerukan masuknya lebih banyak bantuan ke Gaza dan menuding Israel menolak beberapa misi bantuan ke daerah enklave Palestina tersebut.
Berbagai hambatan yang diberlakukan oleh otoritas Israel menghalangi tim bantuan PBB untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan di Gaza, yang secara efektif memutus akses lima rumah sakit di wilayah utara terhadap “persediaan dan peralatan medis yang menyelamatkan nyawa,” kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) dalam sebuah pernyataan.
“Permintaan telah ditolak lima kali sejak 26 Desember untuk menjangkau Central Drug Store di Gaza City dan Rumah Sakit Al-Awda di Jabalia, yang berada lebih jauh di wilayah utara,” ungkap OCHA.
Meski Israel berjanji untuk mengurangi intensitas serangan, serangannya justru semakin intensif pada Rabu. Menurut Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF), sekitar 150 lokasi diserang dalam sehari terakhir. Di Khan Younis, tentara menemukan terowongan bawah tanah tempat Hamas menahan para sandera dalam “kondisi yang tidak manusiawi,” ujar Juru Bicara IDF Daniel Hagari dalam sebuah konferensi pers.
Menentang seruan internasional untuk gencatan senjata, Kepala Staf IDF Herzi Halevi, saat mengunjungi kamp pengungsi Bureij di Gaza tengah, mengatakan bahwa pihak militer “harus melanjutkan upayanya dan menghancurkan infrastruktur teroris Hamas.”
Menteri Kabinet Masa Perang Benny Gantz mengungkapkan dalam sebuah pernyataan publik bahwa Hamas telah kehilangan kendali atas “sebagian besar daerah enklave tersebut,” seraya menambahkan bahwa Israel perlu melanjutkan pertempuran. “Jika kita berhenti sekarang, Hamas akan kembali memegang kendali,” tuturnya.
Saat malam tiba, Kabinet Masa Perang berkumpul untuk membahas usulan baru Qatar guna mencapai kesepakatan dengan Hamas, menurut seorang pejabat pemerintah kepada Xinhua. Usulan tersebut mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza, kepergian para pemimpin Hamas dari daerah kantong Palestina itu, serta pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas dan militan lainnya di Gaza.
Osama Hamdan, seorang pejabat senior Hamas, menyatakan dalam sebuah konferensi pers di Beirut bahwa kelompok tersebut tidak akan menyetujui kesepakatan apa pun yang tidak mencakup penghentian pertempuran secara menyeluruh.
Menurut angka yang dirilis oleh kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu, lebih dari 14.000 roket ditembakkan ke negara itu sejak Hamas melancarkan serangan mendadaknya pada 7 Oktober. Sekitar 1.200 orang, termasuk 790 warga sipil, tewas dalam serangan awal ketika ratusan pejuang Hamas dan warga Gaza menyerbu komunitas di wilayah selatan. Setidaknya 12.326 warga Israel terluka, termasuk 3.900 anak di bawah umur.
Hamas menyandera 253 orang. Sebanyak 132 orang masih ditahan di Gaza, termasuk 19 wanita, lima anak-anak, 10 warga lanjut usia (lansia), delapan warga Thailand, satu warga Nepal, satu warga Tanzania, dan satu warga Prancis/Meksiko.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan bahwa jumlah warga Palestina yang tewas akibat agresi Israel yang sedang berlangsung itu telah bertambah menjadi 23.357 orang dan sekitar 1,9 juta dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi karena seluruh kawasan permukiman rata dengan tanah akibat pengeboman Israel.
Laporan: Redaksi