Banner

Penelitian: Venus tak pernah punya lautan

Ilustrasi. (Bruno Albino from Pixabay)

Jakarta (Indonesia Window) – Sebelumnya, para peneliti memperkirakan bahwa Venus mungkin memiliki lautan yang dangkal dan suhu permukaan yang dapat dihuni hingga 2 miliar tahun dari sejarah awalnya.

Namun, sebuah penelitian baru menggunakan model iklim menunjukkan bahwa lautan tidak pernah terbentuk di Venus.

Penelitian tersebut dilakukan oleh tim astrofisikawan yang dipimpin oleh University of Geneva (UNIGE) dan National Center of Competence in Research (NCCR) PlanetS, Swiss.

Dalam beberapa tahun terakhir, Venus telah mendapatkan begitu banyak perhatian dari sudut pandang ilmiah.

Bahkan, Badan Antariksa Eropa (ESA) dan Badan Antarika Amerika Serikat (NASA) tahun ini memutuskan untuk mengirim tidak kurang dari tiga misi eksplorasi ruang angkasa selama dekade berikutnya ke planet terdekat kedua dengan Matahari tersebut.

Salah satu pertanyaan kritis yang ingin dijawab oleh misi itu adalah apakah Venus pernah menjadi tuan rumah lautan awal atau tidak.

Dalam studi ini, tim mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan alat yang tersedia di Bumi. Mereka menggunakan model atmosfer 3D canggih seperti yang digunakan para ilmuwan untuk mensimulasikan iklim bumi saat ini dan evolusi masa depan.

Model tersebut memungkinkan tim untuk mempelajari bagaimana atmosfer kedua planet akan berevolusi dari waktu ke waktu dan apakah lautan dapat terbentuk dalam proses tersebut.

Martin Turbet, seorang peneliti di Departemen Astronomi Fakultas Sains UNIGE dan anggota NCCR PlanetS, mengatakan, “Kami mensimulasikan iklim Bumi dan Venus pada awal evolusi mereka, lebih dari empat miliar tahun lalu ketika permukaan planet masih cair. Suhu tinggi menunjukkan bahwa air apa pun akan ada dalam bentuk uap, seperti dalam panci bertekanan tinggi.”

“Berkat simulasi kami, kami dapat menunjukkan bahwa kondisi iklim tidak memungkinkan uap air mengembun di atmosfer Venus. Ini berarti bahwa suhu tidak pernah cukup rendah untuk air di atmosfernya untuk membentuk tetesan air hujan yang bisa jatuh di permukaannya. Sebaliknya, air tetap sebagai gas di atmosfer, dan lautan tidak pernah terbentuk,” terangnya.

“Salah satu alasan utama untuk hal tersebut adalah awan yang terbentuk secara istimewa di sisi malam planet ini. Awan ini menyebabkan efek rumah kaca yang kuat yang mencegah Venus mendingin secepat yang diperkirakan sebelumnya,” imbuh Turbet.

Simulasi juga menunjukkan bahwa Bumi bisa mengalami fase yang sama dengan Venus jika hanya sedikit lebih dekat ke Matahari atau jika Matahari bersinar seterang ‘masa mudanya’ seperti saat ini. Karena radiasi Matahari muda yang relatif lemah, Bumi dapat mendingin cukup untuk memadatkan air yang membentuk lautan kita.

Emeline Bolmont, profesor di UNIGE, anggota PlaneS, dan salah satu penulis studi tersebut, mengatakan, “Ini adalah pembalikan lengkap dalam cara kita melihat apa yang telah lama disebut sebagai paradoks ‘Faint Young Sun’. Ini selalu dianggap sebagai hambatan utama bagi munculnya kehidupan di Bumi! Argumennya adalah jika radiasi Matahari jauh lebih lemah dari hari ini, maka ini akan mengubah Bumi menjadi bola es yang memusuhi kehidupan.”

“Tapi ternyata bagi Bumi yang masih muda dan sangat panas, Matahari yang lemah ini mungkin merupakan kesempatan yang tidak diharapkan,” kata Bolmont.

Rekan penulis studi David Ehrenreich, profesor di Departemen Astronomi di UNIGE dan anggota NCCR PlanetS, mengatakan, “Hasil kami didasarkan pada model teoretis dan merupakan blok bangunan penting dalam menjawab pertanyaan tentang sejarah Venus. Tetapi kami tidak akan dapat memutuskan masalah ini secara definitif di komputer kami.”

“Pengamatan dari tiga misi luar angkasa Venus di masa depan akan sangat penting untuk mengkonfirmasi – atau menyangkal – penelitian kami,” tuturnya.

Sumber: www.techexplorist.com

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan