Banner

PBB: 300 lebih warga sipil tewas akibat serangan di kamp pengungsi Sudan

Foto yang diabadikan menggunakan ponsel di Port Sudan pada 10 Februari 2025 ini menunjukkan sekelompok pengungsi di dalam sebuah bus sebelum kembali ke Wad Madani, ibu kota Negara Bagian Gezira, Sudan tengah, sebagai bagian dari program pemerintah untuk pemulangan pengungsi secara sukarela. (Xinhua/Urqia Elzaki)

Penduduk dan para pengungsi di Zamzam dan El Fasher menghadapi kekurangan pasokan kebutuhan pokok yang parah, termasuk makanan, bahan bakar, dan pasokan medis.

 

PBB (Xinhua) — Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa lebih dari 300 warga sipil tewas akibat serangan di kamp Zamzam, sebuah kamp pengungsi yang dilanda bencana kelaparan di Sudan, demikian ungkap badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (14/4).

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) mengatakan sangat prihatin dengan laporan tentang banyaknya korban jiwa dan pengungsian besar-besaran menyusul pertikaian hebat pada Jumat (11/4) dan Sabtu (12/4) di dalam dan di sekitar kamp pengungsi Zamzam dan Abu Shouk serta Kota El Fasher di Darfur Utara.

“Data awal dari sumber-sumber lokal menunjukkan bahwa lebih dari 300 warga sipil telah tewas, termasuk 10 personel kemanusiaan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Relief International yang kehilangan nyawa mereka saat mengoperasikan salah satu pusat kesehatan terakhir yang masih berfungsi di kamp Zamzam,” kata OCHA.

Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) menyebutkan setidaknya 23 anak-anak tewas dalam serangan tersebut.

Banner

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam keras jatuhnya korban jiwa tersebut, ungkap juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, pada Senin.

“Koordinator Kemanusiaan dan Penduduk kami di Sudan, Clementine Nkweta-Salami, juga mengecam keras aksi kekerasan tersebut dan menyerukan penghentian permusuhan serta perlindungan terhadap warga sipil dan pekerja kemanusiaan sesegera mungkin,” ujar Dujarric. “Para pelaku serangan ini harus diadili.”

Kamp Zamzam yang luas terletak sekitar 15 km di sebelah selatan El Fasher, yang merupakan pusat ekonomi sekaligus ibu kota Negara Bagian Darfur Utara. Sementara itu, kamp Abu Shouk berada di pinggiran El Fasher. Pada Februari tahun ini, PBB menyatakan bencana kelaparan telah terjadi di kamp pengungsi Zamzam dan Abu Shouk.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan sedikitnya 16.000 orang telah mengungsi dari kamp Zamzam, dan mayoritas dari mereka melarikan diri ke El Fasher dan menuju barat ke Tawila.

Menurut OCHA, mitra-mitra lokalnya melaporkan situasi kemanusiaan dan keamanan di El Fasher memburuk dengan cepat akibat kekerasan yang terus berlanjut dan arus pengungsi yang meningkat.

penduduk dan para pengungsi
Foto yang diabadikan pada 1 Februari 2025 ini memperlihatkan para pekerja sedang menggunakan kendaraan pemuat (loader) untuk menyingkirkan puing-puing bangunan yang rusak pascaserangan di Pasar Sabreen di Karari, Omdurman, sebelah utara Khartoum, ibu kota Sudan. (Xinhua/Kantor Pers Negara Bagian Khartoum)

IOM menyebutkan bahwa di sebelah timur El Fasher, tepatnya di Kota Um Kadadah di Darfur Utara, sumber-sumber lokal melaporkan lebih dari 50 orang tewas dan 900 rumah hancur akibat pertikaian baru-baru ini. Selain itu, IOM juga memperkirakan sekitar 19.000 orang telah mengungsi dari daerah tersebut sejak Kamis (10/4).

Banner

OCHA mengungkapkan bahwa penduduk dan para pengungsi di Zamzam dan El Fasher menghadapi kekurangan pasokan kebutuhan pokok yang parah, termasuk makanan, bahan bakar, dan pasokan medis. Harga solar melonjak lima kali lipat dalam tiga bulan terakhir, sehingga sangat membatasi akses air minum yang aman dan membuat beberapa layanan truk air terpaksa terhenti.

Lebih lanjut menurut OCHA, beberapa pasokan bantuan sebelumnya telah ditempatkan di lokasi-lokasi terdekat, seperti Tawila dan Al Kuma. Mitra-mitra kemanusiaan OCHA juga telah mengerahkan bantuan tambahan, seperti 1.800 metrik ton bantuan pangan ke Tawila untuk membantu memenuhi kebutuhan mendesak keluarga-keluarga pengungsi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan telah terjadi sekitar 160 serangan terhadap layanan kesehatan sejak dimulainya konflik dua tahun lalu, yang mengakibatkan lebih dari 300 kematian. Sepertiga dari rumah-rumah sakit yang ada tidak berfungsi. Pemangkasan dana yang terjadi belum lama ini telah memaksa mitra-mitra kesehatan mengurangi dukungan bagi lebih dari 300 fasilitas kesehatan di Sudan.

Perang sipil di Sudan pecah pada 15 April 2023, yang dimulai dengan serangan milisi Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) ke Khartoum, ibu kota negara itu.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan