Jakarta (Indonesia Window) – Pergerakan Indonesian Crude Price (IPC) atau harga minyak mentah di tanah air dipengaruhi oleh kepatuhan negara-negara anggota OPEC+ (Organisasi Negara Pengekspor Minyak) untuk menjalankan keputusan pemotongan produksi hingga 95 persen, menurut pernyataan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Pergerakan IPC juga terpengaruh rencana pemotongan produksi dari beberapa negara OPEC+ pada bulan Agustus dan September 2020 sebagai kompensasi untuk kelebihan produksi di bulan Mei – Juli 2020, kata Kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama pada Kementerian ESDM, Agung Pribadi.
Laporan OPEC pada Agustus 2020 menunjukkan kecenderungan ekonomi yang positif dengan pulihnya sektor jasa, yang ditandai dengan pertumbuhan pendapatan melebihi perkiraan dan secara umum mendukung pasar saham.
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi IPC adalah berkurangnya jumlah rig yang beroperasi di Amerika Serikat menjadi 176 unit di awal bulan Agustus 2020.
Data menyebutkan bahwa di bulan Maret 2020, ada 683 rig yang beroperasi, lalu turun menjadi 185 rig di bulan Juli.
Di sisi lain, margin kilang yang secara global mulai pulih di bulan Juli 2020 karena meningkatnya aktivitas tansportasi menyusul pelonggaran lockdown di beberapa negara, juga mempengaruhi IPC.
Membaiknya aktivitas manufaktur di AS dan permintaan bensin yang mengalami penurunan dalam sepekan, dari 9,16 juta barel per hari menjadi 8,78 juta barel per hari, juga mempengaruhi penetapan ICP.
Sementara itu, Energy Information Administration (EIA) merinci laporan tentang penurunan stok minyak mentah AS sebesar 10,8 juta barel menjadi sebesar 507,8 juta barel, sedangkan stok produk bensin AS turun sebesar 8,6 juta barel menjadi sebesar 239,2 juta barel.
Laporan: Redaksi