Jakarta (Indonesia Window) – Kejahatan transnasional yang tak mengenal batas geografis, administratif dan politis, menjadikan upaya pemberantasannya membutuhkan partisipasi seluruh negara, termasuk pemerintah dan masyarakatnya, serta lembaga-lembaga terkait lainnya.
Taiwan, negara pulau yang dikelilingi oleh Samudera Pasifik sangat mungkin menjadi salah satu titik strategis dari para pelaku kejahatan transnasional, mengingat pada 2018 ada 68,9 juta penumpang masuk dan keluar dari Taiwan.
Dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis, Perwakilan Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (Taipei Economic and Trade Office/TETO), John Chen, mengatakan Taiwan adalah entitas ekonomi terbesar ke-22 di dunia dan negara pengekspor terbesar ke-17.
Maka, apabila Taiwan dikecualikan dari INTERPOL (Organisasi Kepolisian Untuk Kejahatan Internasional), hal ini akan berdampak buruk dalam kerja sama global melawan terorisme dan upaya untuk memerangi kejahatan lintas negara seperti narkoba, penipuan melalui telekomunikasi dan kejahatan dunia maya.
John Chen menyatakan, Taiwan bukan bagian dari China sehingga China tidak dapat dan tidak memiliki hak untuk mewakili Taiwan di tingkat internasional.
Hanya pemerintah yang dipilih oleh 23 juta orang Taiwan dalam proses demokrasi, dapat mewakili Taiwan dalam Interpol, dan bertukar pikiran serta bekerja sama dengan organisasi tersebut dan negara-negara di seluruh dunia dalam hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan kejahatan lintas negara.
Faktor politik
Menurut Komisaris Biro Investigasi Kriminal di Departemen Dalam Negeri Taiwan, Huang Ming-Chao, Taiwan tidak dapat berpartisipasi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Kantor Divisi Narkoba dan Kejahatan PBB bersama INTERPOL karena faktor politik.
Taiwan tidak bisa memperoleh informasi mengenai “I-24/7 Sistem Komunikasi Polisi Global” serta database Dokumen Perjalanan (SLTD) mengenai pencurian dan kehilangan.
Taiwan juga sulit untuk berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan dan hal ini akan menjadi celah utama dalam jaringan pertahanan bersama anti-narkoba, keamanan dan jaringan pertahanan anti-terorisme global.
Komisaris Huang menambahkan, bahkan di bawah kondisi yang sulit seperti seperti demikian, polisi Taiwan tetap berusaha mengerahkan seluruh upaya dalam memerangi kejahatan lintas negara dan berhasil memecahkan banyak kasus kejahatan internasional.
Namun, meskipun Taiwan secara aktif mencari informasi kejahatan terbaru melalui saluran bilateral, masih ada banyak negara yang tidak mau bekerja sama karena pertimbangan politik.
Misalnya, pada tahun 2017, satuan kepolisian Taiwan mengirimkan 130 permohonan untuk berbagi informasi dan bantuan ke negara-negara terkait, dan hanya menerima 46 tanggapan.
Karenanya, hanya dengan berpartisipasi dalam INTERPOL, Taiwan dapat mengatasi rintangan politik, mendapatkan informasi kriminal secara tepat waktu dan lengkap, menjaga keamanan nasional dan keamanan sosial dengan tepat, dan bekerjasama dengan agen kepolisian global dalam memerangi kejahatan lintas negara.
Komisaris Huang menerangkan bahwa kejahatan internasional seperti perdagangan narkoba sering kali melibatkan banyak negara dan wilayah.
Sementara itu, penipuan jaringan telekomunikasi saat ini telah melintasi batas negara dengan kelompok kriminal antarnegara yang saling berbagai tugas secara terorganisir.
Guna menghadapi kejahatan tersebut, sejumlah negara telah mendirikan platform telekomunikasi ilegal (ruang komputer) melalui teknologi jaringan dan transmisi komunikasi untuk meningkatkan kesulitan pelacakan.
Upaya itu akan lebih mudah jika melibatkan seluruh pihak, termasuk Taiwan yang telah menunjukkan kemampuan dalam memerangi kejahatan transnasional dengan sumber daya yang dimilikinya serta kemauan untuk bekerjasama dengan negara-negara di dunia.
Laporan: Redaksi