Jakarta (Indonesia Window) – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono opitimis bahwa multiplier effect dari kebijakan penangkapan ikan terukur akan mendorong perputaran uang mencapai 281 triliun rupiah.
Hal tersebut disampaikan Trenggono saat menjadi pembicara kunci dalam acara economic outlook secara virtual di Kabupaten Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (23/11).
“Kebijakan penangkapan ikan terukur akan memiliki multiplier effect bagi pembangunan nasional, selain sebagai penopang ketahanan pangan. Perputaran uang mencapai 281 triliun rupiah per tahun dan akan menyerap tenaga kerja di sektor kelautan dan perikanan serta distribusi pertumbuhan daerah” ucapnya.
Kebijakan penangkapan ikan terukur, imbuhnya, juga mendorong peluang investasi pada aktivitas primer dan sekunder dari penangkapan ikan, pengelolaan pelabuhan dan industri perikanan.
“Suplai pasar domestik maupun ekspor nantinya dapat dilakukan dari pelabuhan tempat ikan didaratkan atau melalui pelabuhan hub yang berada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) untuk penangkapan ikan. Kapal angkut yang digunakan harus dilengkapi dengan container dingin,” kata Menteri Trenggono.
Kebijakan penangkapan ikan terukur adalah penerapan sistem kuota (catch limit) kepada setiap pelaku usaha dengan mencontoh beberapa negara maju seperti Uni Eropa, Islandia, Kanada, Australia dan Selandia Baru.
Kebijakan penangkapan terukur membatasi area dan jumlah penangkapan ikan dengan sistem kuota melalui kontrak penangkapan untuk jangka waktu tertentu, musim penangkapan ikan, jenis alat tangkap, pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan/pembongkaran ikan, suplai pasar domestik dan ekspor ikan harus dilakukan dari pelabuhan di WPP yang ditetapkan.
Kuota penangkapan ditentukan berdasarkan kajian Komite Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnaskajiskan) dan Regional Fisheries Management Organization (RFMO).
Kuota diberikan kepada pelaku usaha atau nelayan dengan pembagian kuota untuk nelayan tradisional, kuota untuk tujuan komersial, dan kuota untuk tujuan non komersial.
Kebijakan ini dilakukan untuk mencegah overfishing (penangkapan ikan berlebihan) sekaligus menghapus praktik illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) di Indonesia dan berubah menjadi legal, reported, regulated fishing (LRRF).
“Bila kebijakan ini diterapkan, maka pengelolaan sektor kelautan dan perikanan Indonesia setara dengan negara-negara maju dan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar dunia semakin tinggi,” kata Trenggono.
Laporan: Raihana Radhwa