Banner

Ratifikasi hukum pidana yang paling kontroversial adalah pasal-pasal yang akan menghukum perbuatan hubungan seks di luar nikah hingga satu tahun penjara, melarang hidup bersama antara pasangan yang belum menikah, menghina presiden, dan mengungkapkan pandangan yang bertentangan dengan ideologi nasional, Pancasila.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Selasa (6/12) akan melakukan ratifikasi hukum pidana dalam perubahan besar-besaran, kata seorang pejabat.

Perombakan hukum tersebut, menurut para kritikus, dapat memutar kembali kebebasan demokrasi yang diperoleh dengan susah payah dan moralitas polisi di Tanah Air.

Di antara revisi undang-undang yang paling kontroversial adalah pasal-pasal yang akan menghukum perbuatan hubungan seks di luar nikah hingga satu tahun penjara, melarang hidup bersama antara pasangan yang belum menikah, menghina presiden, dan mengungkapkan pandangan yang bertentangan dengan ideologi nasional, Pancasila.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto yang mengawasi revisi tersebut, pada Senin, mengatakan bahwa DPR akan mengadakan sidang pleno pada 6 Desember 2022 untuk meratifikasi pasal-pasal tersebut.

Banner

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui rancangan undang-undang tersebut, sehingga tidak ada rintangan untuk pengesahannya.

Reuters menyebutkan, selama pembuatan UU tersebut dalam beberapa dekade, revisi hukum pidana era kolonial Indonesia telah memicu protes massal dalam beberapa tahun terakhir, meskipun tanggapannya jauh lebih tidak terdengar tahun ini.

DPR telah merencanakan untuk meratifikasi rancangan undang-undang baru pada September 2019, tetapi demonstrasi di seluruh negeri atas anggapan ancaman terhadap kebebasan sipil menghentikan pengesahannya.

Legislator di Indonesia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, telah melonggarkan beberapa pasal yang dianggap paling kontroversial.

Revisi pasal-pasal tentang seks di luar nikah dan kumpul kebo, misalnya, kini menyatakan pengaduan semacam itu hanya bisa dilaporkan oleh kerabat dekat seperti pasangan, orangtua atau anak, sedangkan menghina presiden hanya bisa dilaporkan oleh presiden.

Namun pakar hukum dan kelompok masyarakat sipil mengatakan perubahan itu tidak cukup seperti yang diharapkan.

Banner

“KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia) ini merupakan kemunduran besar bagi Indonesia,” kata Bivitri Susanti, pakar hukum dari Universitas Indonesia.

“Negara tidak bisa mengatur moralitas,” katanya. “Tugas pemerintah bukanlah sebagai wasit antara Indonesia yang konservatif dan liberal.”

Pasal-pasal tentang hukum adat, penodaan agama, protes tanpa pemberitahuan dan menyatakan pandangan yang menyimpang dari Pancasila, semuanya bermasalah secara hukum karena dapat ditafsirkan secara luas, tegasnya.

Setelah diratifikasi, KUHP tersebut akan mulai berlaku setelah tiga tahun setelah pemerintah dan lembaga terkait menyusun peraturan pelaksanaan terkait.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan