Banner

BPS nilai inflasi tahunan 4,94 persen masih relatif terjaga

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyampaikan rilis berita statistik di Jakarta, Senin (1/8/2022). (BPS/YouTube/tangkapan layar)

Inflasi sebesar 4,94 persen (yoy) dinilai masih terjaga karena inflasi inti menggambarkan fundamental ekonomi Indonesia yang masih baik, yaitu 2,85 persen.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyatakan inflasi Indonesia secara tahunan mengalami peningkatan menjadi 4,94 persen pada Juli 2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, namun hal ini masih dalam kondisi yang relatif baik dan terjaga.

“Kalau dibandingkan dengan beberapa negara G20, utamanya, inflasi kita masih dalam kondisi relatif terjaga,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Margo menuturkan, inflasi sebesar 4,94 persen (yoy) dinilai masih terjaga karena inflasi inti menggambarkan fundamental ekonomi Indonesia yang masih baik, yaitu 2,85 persen.

Berdasarkan data Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Indonesia yang mengalami inflasi sebesar 4,4 persen (yoy) pada Juni juga masih relatif lebih rendah dibandingkan beberapa negara anggota G20.

Pada Juni, Korea Selatan mengalami inflasi sebesar 6,1 persen (yoy), Inggris 8,2 persen (yoy), Amerika Serikat (AS) 9,1 persen (yoy) dan Uni Eropa 9,6 persen (yoy).

Menurut Kepala BPS, inflasi Indonesia saat ini masih termasuk aman karena inflasi inti 2,85 persen relatif rendah. “Ini menggambarkan fundamental ekonomi kita masih bagus,” ujar Margo.

Dia menjelaskan, sejauh ini krisis pangan dan energi memang memberikan tekanan terhadap inflasi domestik khususnya pada komponen energi yang terus menguat.

Di sisi lain, dampak dari inflasi energi akibat krisis global telah mampu diredam melalui kebijakan subsidi dari pemerintah.

“Kenaikan harga energi bisa diredam melalui subsidi pemerintah,” ujar Margo.

Sementara itu, inflasi pangan lebih disebabkan oleh gangguan pasok domestik pada komoditas volatile food akibat kondisi cuaca yang buruk di beberapa daerah sentra produksi.

Sebelumnya, pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi energi dari 443 triliun rupiah menjadi 520 triliun rupiah sebagai konsekuensi dari tidak naiknya harga BBM, LPG dan tarif listrik saat harga energi dunia melonjak.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan