Banner

Ilmuwan China berikan analisis penanggulangan gempa Turkiye ke PBB

Foto dari udara yang diabadikan pada 12 Februari 2023 ini menunjukkan situasi pascagempa bumi di Antakya, Provinsi Hatay, Turkiye. (Xinhua/Mustafa Kaya)

Analisis penanggulangan gempa Turkiye yang disampaikan oleh tim ilmuwan China didasarkan pada data pengindraan jauh dari sejumlah daerah yang dilanda gempa yang memetakan pencahayaan di beberapa daerah pada malam hari.

 

Beijing, China (Xinhua) – Sebuah tim peneliti dari Universitas Wuhan telah memberikan analisis penanggulangan gempa Turkiye dengan menunjukkan data pengindraan jauh dari sejumlah daerah yang dilanda gempa di Turkiye ke Pusat Satelit Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNOSAT) untuk membantu upaya penanganan.

Setelah gempa bumi pertama, UNOSAT mengumumkan pengaktifan layanan pemetaan daruratnya di daerah-daerah yang terdampak.

Sebuah tim peneliti dari Laboratorium Inti Negara untuk Rekayasa Informasi dalam Aktivitas Survei, Pemetaan, dan Pengindraan Jauh di Universitas Wuhan diundang untuk berpartisipasi dalam program itu guna memetakan pencahayaan di beberapa daerah itu pada malam hari melalui data pengindraan jauh.

“Dahulu, secara umum diyakini bahwa semakin dekat suatu daerah dengan pusat gempa, maka akan semakin besar kerusakan yang terjadi. Nyatanya, hal ini tidak memperhitungkan kapabilitas ketahanan bencana yang berbeda di berbagai daerah,” kata ketua tim Li Xi.

Perubahan pada pencahayaan dapat secara langsung menggambarkan skala kerusakan di berbagai kota dan bisa digunakan untuk menilai kapabilitas ketahanan bencana. Dalam kasus krisis sumber daya, pemetaan pencahayaan dapat memainkan peran penting dalam perumusan strategi penyelamatan yang lebih tertarget, ujar Li.

Tim tersebut telah menganalisis data satelit, yang diperbarui setiap hari, serta menggabungkan observasi makro dan mikro. Mereka menggunakan satelit-satelit beresolusi tinggi milik China untuk melakukan pemantauan cahaya dengan presisi tinggi di daerah-daerah terdampak pada malam hari.

Satelit ilmu bumi SDGSAT-1, yang dikembangkan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan China, menyediakan data prabencana bagi para peneliti untuk dibandingkan dengan kondisi pascabencana.

Teleskop luar angkasa komersial Yangwang-1, yang dikembangkan oleh Origin Space Technology Co., Ltd., dan satelit mikro-nano QMX-1, yang dikembangkan oleh Universitas Wuhan, juga telah digunakan.

Sembari melakukan pengamatan yang akurat terhadap pencahayaan melalui satelit beresolusi tinggi pada malam hari, tim itu juga menggunakan data dari Suomi-NPP, satelit meteorologi Amerika Serikat, untuk memperoleh data dari periode waktu yang lebih lama dan dalam jangkauan yang lebih luas, serta untuk menganalisis tren pencahayaan.

Tim tersebut telah melaporkan hasil analisisnya kepada UNOSAT, Program Pangan Dunia (World Food Program), dan sejumlah badan lainnya. Hasilnya dapat digunakan untuk membantu merumuskan kebijakan penanggulangan dan memantau kemajuan proses rekonstruksi pascabencana.

“Data itu dapat membantu para pembuat kebijakan menganalisis situasi bencana di berbagai wilayah dan mengalokasikan sumber daya bantuan dengan lebih baik,” tutur Li.

“Kami telah terlibat sejak hari pertama pascagempa bumi, dan kami akan melacak dan mengamati daerah tersebut selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun mendatang,” lanjut Li.

Saat ini, tim Li dan UNOSAT berkolaborasi di bawah inisiatif percontohan Pengindraan Jauh Pencahayaan Malam Hari untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dari Group on Earth Observations. Inisiatif ini bertujuan untuk mengukur kemajuan beberapa indeks yang berkaitan dengan SDG 2030 menggunakan data pencahayaan malam hari.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan