Risiko penyakit jantung lebih tinggi ditemukan pada orang-orang yang mengonsumsi pemanis buatan daripada mereka yang non-konsumen.
Jakarta (Indonesia Window) – Risiko penyakit jantung yang lebih tinggi sangat mungkin berkaitan dengan pemanis buatan, sebut sebuah penelitian pada Kamis (8/9), namun para ahli mendesak agar berhati-hati tentang temuan tersebut.
Pemanis dikonsumsi oleh jutaan orang setiap hari dalam produk seperti minuman soda diet, yang sebagian menjadi cara untuk menghindari penambahan berat badan dari gula, tetapi bahan ini telah lama menjadi kontroversi.
Bertujuan untuk menilai risiko penyakit jantung dari pemanis, para peneliti di lembaga nasional INSERM Prancis menganalisis data lebih dari 100.000 orang dewasa di negara itu yang melaporkan sendiri pola makan, gaya hidup, dan riwayat medis mereka antara 2009 dan 2021 sebagai bagian dari studi NutriNet-Sante.
Tiga puluh tujuh persen dari peserta mengonsumsi pemanis buatan, dengan asupan rata-rata 42 miligram sehari atau setara dengan satu paket pemanis atau sekitar sepertiga kaleng soda diet.
Selama masa tindak lanjut sembilan tahun, tercatat 1.502 masalah jantung, termasuk serangan jantung, angina (nyeri dada akibat penyakit jantung koroner) dan stroke.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal BMJ (British Medical Journal) itu, menunjukkan bahwa penyakit jantung terjadi pada 346 dari 100.000 orang yang mengonsumsi pemanis tingkat tinggi, dibandingkan dengan 314 per 100.000 untuk non-konsumen.
“Hasil ini sejalan dengan laporan WHO terbaru yang diterbitkan tahun ini, yakni tidak mendukung penggunaan pemanis sebagai alternatif yang aman untuk gula,” kata Mathilde Touvier dari INSERM, yang mengoordinasikan penelitian tersebut.
Sebuah laporan April dari WHO mengatakan bahwa “tidak ada konsensus yang jelas tentang apakah pemanis non-gula efektif untuk penurunan atau pemeliharaan berat badan jangka panjang, atau jika mereka terkait dengan efek kesehatan jangka panjang lainnya”.
Studi lain yang diterbitkan awal tahun ini menggunakan data Nutri-Net, menemukan korelasi antara kanker dan pemanis seperti aspartam, acesulfame potassium dan sucralose.
Namun, studi observasional tersebut mendapat kritik yang meningkat karena mereka tidak dapat menetapkan penyebab perbedaan yang mereka temukan, yang bisa berasal dari sumber lain.
Naveed Sattar, seorang profesor kedokteran metabolik di Universitas Glasgow yang tidak terlibat dalam studi pemanis ini, mengatakan bahwa hal itu “tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan.”
“Ini karena jelas ada perbedaan besar pada banyak karakteristik orang yang mengonsumsi pemanis buatan dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsinya,” ujarnya.
Dia menyerukan pemerintah untuk mendanai uji coba acak jangka panjang “guna mendapatkan hasil yang lebih dekat dengan kebenaran.”
Sumber: AFP
Laporan: Redaksi