Banner

Fokus Berita – PM Israel peringatkan serangan “intensif” ke Gaza, pejabat Israel sebut peluang kesepakatan masih ada

Kepulan asap terlihat pascaserangan udara Israel di Gaza City pada 25 April 2025. (Xinhua/Mahmoud Zaki)

Serangan baru Israel di Jalur Gaza akan intensif, mengacu pada sebuah rencana yang telah disetujui oleh kabinet keamanan Israel tentang eskalasi operasi yang sedang berlangsung di Gaza.

 

Yerusalem/Gaza, Wilayah Palestina yang diduduki/Palestina (Xinhua/Indonesia Window) – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (5/5) memperingatkan bahwa serangan baru Israel di Jalur Gaza akan “intensif”, mengacu pada sebuah rencana yang telah disetujui oleh kabinet keamanannya tentang eskalasi operasi yang sedang berlangsung di Gaza.

Kabinet keamanan Israel pada Senin malam waktu setempat melakukan voting dan hasilnya mendukung rencana tersebut. Menurut rencana itu, Israel akan memperluas serangan untuk menguasai Gaza, mengendalikan pasokan bantuan, serta merelokasi penduduk ke Jalur Gaza selatan.

“Kami sedang berada di masa menjelang serangan intensif ke Gaza,” kata Netanyahu dalam sebuah video yang diunggah di platform media sosial X. Dia menambahkan bahwa tujuan operasi ini adalah untuk “mengalahkan Hamas dan, dalam prosesnya, memastikan pembebasan para sandera.”

Netanyahu menyampaikan bahwa menurut rencana tersebut, Israel akan mengubah strateginya saat ini, yakni beralih dari menarik diri setelah menghancurkan kemampuan militer Hamas menjadi mempertahankan kendali atas wilayah Gaza yang diduduki.

Banner
serangan baru Israel di
Warga Palestina menerima makanan gratis dari pusat distribusi makanan di Gaza City pada 3 Mei 2025. (Xinhua/Mahmoud Zaki)

Namun, rencana serangan baru ini memicu kontroversi di kalangan petinggi militer Israel.

Kepala militer Israel Eyal Zamir mengatakan kepada para menteri dalam sebuah rapat kabinet keamanan pada Senin pagi waktu setempat bahwa, menurut penilaian militer itu, operasi baru tersebut “akan membahayakan nyawa para sandera,” lansir stasiun televisi milik pemerintah Israel, Kan TV News.

Nitzan Alon, koordinator militer Israel untuk urusan sandera, juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Menurut saluran berita Israel Channel 12 News, Alon juga mengatakan kepada para menteri bahwa serangan itu “membahayakan para sandera.”

Semakin kuat serangan militer, “para militan menjadi semakin kejam, melampiaskan rasa frustrasi mereka kepada para sandera,” ujar Alon.

Sebelumnya pada hari yang sama, seorang pejabat senior keamanan Israel mengatakan kepada Xinhua bahwa Israel memberikan “peluang kesempatan” kepada Hamas hingga pertengahan Mei untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera sebelum mengimplementasikan rencana operasi yang baru saja disetujui itu.

“Ada peluang untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera … sebelum berujung pada kunjungan Presiden Amerika Serikat (Donald) Trump ke kawasan ini,” kata pejabat senior Israel itu. Trump diperkirakan akan melakukan kunjungan ke Timur Tengah dari 13 hingga 16 Mei, dengan rencana akan singgah di Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt kepada awak media.

Banner
serangan baru Israel di
Warga Palestina menerima makanan gratis dari pusat distribusi makanan di Gaza City pada 2 Mei 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Pejabat Israel tersebut mengimbuhkan bahwa Israel bersikukuh pada kesepakatan yang disampaikan oleh Netanyahu pada awal Maret lalu, yang mencakup pembebasan tambahan warga Israel yang disandera dengan imbalan gencatan senjata sementara di Gaza dan janji untuk mendiskusikan gencatan senjata jangka panjang.

“Jika kesepakatan pembebasan sandera tidak tercapai, operasi yang diperluas akan dimulai dengan intensitas penuh dan tidak akan berakhir hingga semua tujuannya tercapai,” tegas sang pejabat. “Tidak seperti sebelumnya, IDF (Pasukan Pertahanan Israel) akan tetap berada di setiap wilayah yang berhasil dikuasai guna mencegah kembalinya aktivitas teror,” kata pejabat itu.

Dia mengatakan Israel akan mencabut blokade bantuan kemanusiaan hanya setelah meluncurkan operasi yang diperluas tersebut, dan “evakuasi massal” warga sipil ke arah Gaza selatan akan dilakukan. Sementara itu, distribusi bantuan akan dilakukan oleh “kontraktor sipil” di “zona-zona aman di bawah kendali IDF,” termasuk “area steril” yang akan didirikan di Rafah, Gaza selatan, paparnya.

“Di bawah aturan sementara atau pun permanen, Israel tidak akan menarik diri dari zona penyangga keamanan di sekitar Gaza,” lanjut pejabat itu.

Pada Senin, Hamas mengecam rencana distribusi bantuan baru Israel sebagai “pemerasan politik”. Dalam sebuah pernyataan pers, Hamas mengatakan bahwa rencana tersebut akan mengubah bantuan kemanusiaan menjadi alat politik, melanggar hukum internasional, dan berkontribusi pada “kelaparan dan pemindahan paksa” di wilayah kantong pesisir itu. Secara khusus, faksi tersebut belum memberikan tanggapan terhadap ancaman Israel yang akan memperluas kampanye militernya.

Israel mencegah masuknya barang dan pasokan ke Gaza sejak 2 Maret, setelah kesepakatan gencatan senjata tahap pertama dengan Hamas berakhir pada Januari. Israel beralasan bahwa blokade bantuan tersebut bertujuan untuk mencegah Hamas mengambil alih kendali atas pasokan dan untuk menekan Hamas agar menerima tawaran Israel memperpanjang kesepakatan gencatan senjata tahap pertama.

Banner

Pada 18 Maret, Israel melanjutkan kembali serangan militernya di Gaza, sehingga secara efektif mengakhiri gencatan senjata bertahap. Menurut laporan terbaru dari otoritas kesehatan di Gaza pada Senin, serangan terbaru Israel itu telah menewaskan 2.459 warga Palestina di Gaza, menjadikan jumlah korban tewas secara keseluruhan sejak konflik tersebut dimulai pada Oktober 2023 menjadi 52.567 orang.

Beberapa putaran perundingan yang dimediasi telah diadakan baru-baru ini, tetapi seluruhnya gagal memulihkan gencatan senjata di Gaza akibat perselisihan di antara kedua belah pihak.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan