Perbatasan Taiwan akan dibuka kembali bagi wisatawan China yang datang dari negara ketiga, menjadi langkah untuk memecahkan kebuntuan antara Taipei dan Beijing yang telah terjadi, yang telah melumpuhkan pariwisata lintas selat, karena isu politik dan pandemik COVID-19.
Pandeglang, Banten (Indonesia Window) – Perdana Menteri Chen Chien-jen mengatakan pada Jumat (11/8) bahwa pemerintah akan segera membuka kembali perbatasan Taiwan untuk wisatawan China yang datang dari negara ketiga saat pemerintah berada di bawah tekanan untuk memecahkan kebuntuan antara Taipei dan Beijing yang telah terjadi, yang telah melumpuhkan pariwisata lintas selat, karena isu politik dan pandemik COVID-19.
Gagasan untuk mengizinkan turis China bepergian dari tempat ketiga di luar China daratan telah dibahas cukup lama di dalam pemerintah Taiwan dan rincian tentang cara meluncurkan kebijakan baru akan segera diumumkan, kata Chen dalam posting Facebook Jumat malam.
Unggahan Chen itu muncul sehari setelah kelompok bisnis dan operator perjalanan lokal menyuarakan kekesalan mereka atas kebuntuan perjalanan lintas selat yang dimulai sejak pada 2016.
Beijing telah mempertahankan larangan tur kelompok yang datang ke Taiwan bahkan setelah mengumumkan pada Kamis (10/8) bahwa mereka telah menambahkan 78 negara lain ke dalam daftar destinasi di mana wisatawan China diizinkan untuk melakukan tur kelompok setelah melonggarkan pembatasan perjalanan COVID-19 pada Januari 2023.
Presiden Kamar Dagang Umum Republik China, Hsu Shu-po, mengatakan kepada wartawan pada Kamis bahwa pemerintah Taiwan harus meningkatkan upaya untuk mengakhiri kebuntuan saat ini dalam hubungan lintas selat.
Sementara itu, agen perjalanan lokal pada hari yang sama meminta pemerintah untuk menawarkan perdamaian dan rekonsiliasi kepada Beijing dengan menghapus larangan kelompok wisata Taiwan mengunjungi China. Ini adalah saran yang telah berulang kali mereka sampaikan untuk menyelesaikan kebuntuan itu.
Sebuah sumber dari bisnis perjalanan, yang ingin tetap anonim, mengatakan kepada CNA pada Kamis bahwa para operator perjalanan mungkin turun ke jalan untuk membuat suara mereka didengar jika pemerintah tetap tidak menanggapi seruan mereka.
Pemerintah awalnya menanggapi pengecualian Taiwan dalam daftar 138 tujuan China untuk tur grup keluar dengan mengulangi seruan agar Beijing membatalkan larangan terhadap Taiwan, tetapi kemudian melampaui retorika dan mengumumkan dimulainya kembali arus masuk turis China ke Taiwan dari tempat di luar Cina daratan.
Sementara itu, pemerintah mendesak China untuk membuka pembicaraan dengan Taiwan tentang melanjutkan perjalanan antara kedua belah pihak atas dasar kesetaraan dan timbal balik guna memulihkan pertukaran lintas selat pascapandemi dengan cara yang sehat dan teratur.
Menurut pejabat pemerintah, pihaknya telah menyatakan keinginannya kepada China, sebelum pengumuman China pada Kamis, agar kedua belah pihak secara bersamaan mencabut larangan turisnya masing-masing, tetapi China belum menanggapinya.
Sejak Presiden Taiwan Tsai Ing-wenvmulai menjabat pada Mei 2016, jumlah wisatawan China menurun drastis, akibat dari China yang secara bertahap memperketat kendali dan pengelolaan wisatawan berkunjung ke Taiwan, yang secara luas dipandang sebagai salah satu strategi sebagai pembalasan atas penolakan Tsai untuk mendukung gagasan ‘satu China’.
Beijing telah melarang turis China bepergian secara mandiri ke Taiwan sejak 1 Agustus 2019, dengan alasan “hubungan lintas selat saat ini”, dan kemudian melarang perjalanan berkelompok pada Januari 2020 selama awal pandemik.
China juga melarang pelajara mereka mendaftar ke universitas-universitas Taiwan.
Taiwan, di sisi lain, mengizinkan warganya untuk pergi ke China untuk melancong atau belajar.
Tetapi Taiwan mempertahankan larangan agen perjalanan yang mengatur perjalanan kelompok ke China, yang merupakan bagian dari langkah pengendalian COVID-19, dan belum membuka kembali perbatasannya untuk turis China.
Sumber: Focus Taiwan
Laporan: Redaksi